Popular Posts

irfblogBacklink






Rating for erosisland.blogspot.com

My Ping in TotalPing.com

desain 1

Lawan rasa takut dan jalin silaturahmi dengan sesama rekan alumni.

desain 2

Lawan rasa takut dan jalin silaturahmi dengan sesama rekan alumni.

desain 3

Lawan rasa takut dan jalin silaturahmi dengan sesama rekan alumni.

desain 4

Lawan rasa takut dan jalin silaturahmi dengan sesama rekan alumni.

desain 5

Lawan rasa takut dan jalin silaturahmi dengan sesama rekan alumni.

Tampilkan postingan dengan label history. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label history. Tampilkan semua postingan

Selasa, 08 Januari 2013

M.A.W. Brouwer

Oleh Irwan Firdaus

M.A.W. Brouwer

Born    : May 14, 1923 in Delft, Netherlands
Died     : August 19, 1991
Gender : male
Martinus Antonius Weselinus Brouwer atau dikenal dengan M.A.W Brouwer (lahir 14 Mei 1923 – meninggal 19 Agustus 1991 pada umur 68 tahun) lahir di Delft dan meninggal di negeri Belanda adalah seorang fenomenolog, psikolog, budayawan yang sangat dikenal karena kolom-kolomnya yang tajam, sarkastik dan humoris di berbagai media masa di Indonesia terutama pada era tahun 70-an sampai 80-an. Brouwer menghabiskan hampir seluruh hidupnya di Indonesia dan harus kembali ke negeri Belanda dan kemudian meninggal di sana oleh karena permohonannya untuk menjadi Warga Negara Indonesia tidak dikabulkan. Menamatkan sarjana pada Fakultas Paedagogi Universitas Indonesia pada tahun 1961 kemudian menjadi guru di Sukabumi serta sebagai pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran dan Universitas Parahyangan yang turut mewarnai pengembangan ilmu Psikologi di Indonesia.

"Saya tahu tulisan beliau tentang orang Sunda ketika dulu tinggal di Bandung (1996 - 2001). Walau katanya buku ini ditulis oleh alm. M.A.W. Brouwer, tapi isinya tetap masih relevan. Saya bisa mengikuti perjalanan spiritual beliau dari Bandung ke Siberia tanpa perlu beranjak dari tempat tidur".

Di dalam bukunya, "Perjalanan Spiritual" : dari gumujeng Sunda, eksistensi Tuhan, sampai Siberia:

2). orang Sunda suka tertawa dan tidak begitu cepat ambil pusing. Bahasa mereka sangat baik dan berbunyi musikal sekali. Karena sawah sangat subur, mereka mempunyai jiwa tani yang bijaksana, dan kalau di luar sering ada huru-hara, di Jabar keadaan biasanya tenang.
"Ternyata benar ketika terjadi huru-hara di Jakarta tahun 1998; di Bandung tetap tenang, malah hari-hari itu aku isi dengan diskusi bersama wartawan, budayawan, seniman, pengamen jalanan, sampai ke penggiat teater, dst"
Tuhan menciptakan bumi Sunda di saat sedang gembira (senyum); bukan hanya daerahnya (Parahyangan) tetapi juga bangsa Sunda.

Adat istiadat Sunda kaya sekali, seperti dibuktikan di Leiden dalam tesis seorang doktor muda Sunda dalam bukunya "Ngabersihan" (Leiden, 1975)

(3) kalau orang Sumut boleh diperbandingkan dengan orang Jerman, dan orang Padang dengan Inggris, boleh dikatakan orang Sunda serupa orang Prancis. Mereka sudah merelatifkan dunia, diri, dan surga serta selalu mencari segi humor dari apa saja yang dibicarakan. 80% dari tingkah laku anak-anak kita di sekolah adalah tertawa.

Bukan tertawa yang bodoh dari orang dusun yang tidak mengerti adanya juga orang lain di dunia, tetapi tertawa halus yang sering mulai dengan 'gumujeng Sunda', dan dalam intimitas, Sunda dengan Sunda bisa terjadi tertawa betul. (Bab 1 - Bandung).

(17). Mendidik tidak berarti memberi nasihat, menghukum atau berkhotbah. Apakah mendidik? Untuk mengerti hal itu, kami harus melihat siapa yang mendidik dan siapa yang dididik. Yang mendidik adalah orangtua, kakak2, dan aki-nini yang bersama2 menjadi lingkungan pendidikan dengan suasana yang baik atau buruk.

Siapa yang dididik? Anak memang. "they are acute observers". Mereka tidak buta dan melihat segala hal dengan baik. Tepat dikatakan 'panci kecil ada telinga besar'. Anak mendengar dan melihat dengan teliti dan sangat sukar ditipu.

They are acute imitators. Anak melihat hal yang dilihat dan didengar. anak laki dan perempuan menjadi besar dalam suatu suasana. Suasana itu ialah tingkah laku orangtua; cara bercakap, cara makan, dan cara bergerak.

Memberi contoh dan meniru contoh ialah proses dari pendidikan. Bukan pemberian khotbah atau nasihat.

Bukan guru tapi orangtua ialah pendidik anaknya. (Bab 3 - Hongkong).

(63). Arsitektur Islam adalah yang paling kaya di dunia, kata Sanchez, ada 5 kelompok corak: corak Syro-Mesir, Morisco, arsitektur Persia, Turki dan Islam-India dari India. Sukar dikatakan mana yang lebih mulia. (Bab 10 - Granada)

Sumber Rujukan :
Perjalanan Spiritual - dari gumujeng Sunda, eksistensi Tuhan, sampai Siberia,
Jakarta : Penerbit Buku Kompas, [2003].

Si Pitung

oleh Irwan Firdaus

Kisah si Pitung sangat melegenda bagi masyarakat Indonesia terutama bagi masyarakat Betawi. Bagi masyarakat Betawi, Pitung adalah pahlawan. Ia hidup di abad 19, warga Rawabelong, dengan ayahnya, Piun, asal Cirebon dan ibunya, Pinah, dari Betawi. Si Pitung menjadi terkenal bukan hanya karena keberaniannya melawan Belanda, tapi juga kepeduliannya terhadap nasib rakyat yang tertindas oleh kekuasaan Belanda dan tuan tanah. “Saat itu, kehidupan sosial masyarakat sangat tidak manusiawi. Para tuan tanah tak segan-segan meminta pajak yang tinggi kepada para petani.  Bila para petani tidak bisa segera membayar pajak sesuai dengan jatuhnya tempo, maka para begundal tuan tanah itu akan memaksa para petani tersebut dengan cara-cara kasar. Nah dalam situasi seperti itu, munculah Si Pitung,” kata Alwi Shahab, penulis novel Pitung, Robin Hood Betawi.
 
Dalam perjalanannya, Si Pitung tidak hanya melindungi rakyat dari para begundal (pendekar bayaran) para tuan tanah, tapi juga merampok harta kekayaan mereka, kemudian membagikannya kepada rakyat kecil. Terhadap sepak terjang Si Pitung ini, tidak hanya tuan tanah yang tidak tenang, tapi juga Belanda. “Jakarta tidak aman. Akhirnya Belanda menurunkan Schout van Hinne, kepala kepolisian untuk menangkap Si Pitung,” lanjutnya.

SEBAGAI seorang buron, Pitung tidak memiliki tempat menetap yang pasti. Konon, ia pernah tinggal di Kota Depok, tepatnya di salah satu gedung milik bangsawan asal Belanda, Cornelis Chastelein. Warga Depok lebih sering menyebut gedung tersebut sebagai rumah tua Pondok Cina, karena letaknya yang berada di Kelurahan Pondok Cina, Kecamatan Beji.

Sayangnya, bangunan tua yang berada di Jalan Margonda Raya tersebut sudah tidak ada. Gedung yang menjadi saksi sejarah Kota Depok tersebut sudah terkepung oleh sebuah mal supermegah bernama Margonda City. Memang, projek pembangunan Margonda City tidak sampai menggusur gedung tersebut. Meski begitu, fungsi bangunan sudah berubah menjadi sebuah kafe.

Cerita lainnya, Pitung juga pernah tinggal di Kampung Marunda, baik di Masjid Al Alam atau di rumah joglo kampung Marunda Pulo.

Banyak versi tentang hubungan Pitung dengan masjid Al Alam. Ada yang mengatakan bahwa Masjid Al Alam merupakan tempat bermain Pitung, belajar agama, belajar pukulan sampai sembunyi dari opas dan kompeni. Tapi ada juga yang mengatakan bila Pitung hanya singgah sebentar di Masjid Al Alam untuk mendirikan sholat. Dua pendapat ini menjadi tidak kuat karena tidak ada bukti fisik yang bisa menjelaskan keberadaan Pitung di Masjid tersebut, kecuali pemahaman masyarakat sekitar bahwa Pitung pernah berada di Masjid itu. Selain Masjid Al Alam, pitung juga pernah menjejakkan kakinya di kampung Marunda Pulo, tepatnya di rumah berbentuk joglo yang terletak sekira 250 m di sebelah selatan masjid Al Alam. Seperti halnya dengan Masjid Al Alam, beragam pendapat menjelaskan hubungan Pitung dengan rumah joglo ini. Ada yang mengatakan bahwa rumah itu milik Pitung, tapi juga ada pendapat yang menjelaskan bahwa rumah itu milik orang kaya yang pernah disatroni Pitung dan para pengikutnya. “Pihak museum mengklaim itu milik si Pitung. Padahal sesungguhnya itu milik orang kaya Marunda dan pernah digarong sama Pitung,” kata M Sambo bin Ishak, wakil ketua Pengurus Masjid Al Alam.

Bukan Asli

RUMAH panggung itu awalnya dibangun tiga kamar, tetapi kemudian dua di antaranya dibongkar sehingga tinggal satu kamar, tanpa perabot. Panjangnya 15 meter dan lebar lima meter. Di bagian tengahnya ada tambahan sayap di kiri-kanan, masing-masing 1,5 meter. Semuanya terbuat dari papan kayu jati, dan beberapa bagian ada besi, seperti jeruji jendela dan penyangga atap.

Tiang penopang bangunan ada 40 buah, tingginya dua meter, tinggi bangunan juga dua meter. Karena bentuknya seperti itu, ruangannya pun tampak pendek, apalagi kalau melewati pintu, pengunjung harus merunduk.

Lantai dari papan kayu jati, sebagian masih baru. Ada sepuluh jendela yang berdaun pintu dan berjeruji, sedang dua lainnya tanpa jeruji dan daun. Siang hari jendela itu selalu dibuka. Di rumah itulah si jawara Betawi tinggal selama beberapa tahun setelah dikejar-kejar Belanda hingga akhirnya ditangkap, mati dan konon dikuburkan di Pejagalan.

Kalau air laut pasang, pekarangan dan bagian kolong rumah tergenang air laut hingga 50 cm. Cat bangunan rumah yang merah darah sudah memudar.

H Atit Fauzi, tokoh Marunda Pulo, pernah mengatakan bahwa rumah Pitung itu bukan bangunan aslinya, kecuali lokasi tempat rumah itu dibangun. Rumah aslinya dahulu milik juragan nelayan sero, yakni Haji Syafiuddin.

Jika Anda penggila kisah-kisah jampang Betawi tempo dulu, rasanya belum pas kalau belum menengok Masjid Al-Alam atau lebih kesohor disebut Masjid Si Pitung ini. Bayangkanlah, sebelum menjadi "Robin Hood" Betawi, Pitung kecil disebutkan banyak menghabiskan waktu bermainnya di masjid ini. Belajar agama, belajar 'pukulan' sampai sembunyi dari opas dan kompeni, juga di masjid ini. Tapi jangan salah, bukan Si Pitung atau keluarganya yang membangun masjid ini. Masjid yang terletak persis di tepi Pantai Marunda Pulo, Kelurahan Cilincing ini diperkirakan dibangun pada tahun 1600-an. Meski telah berusia 400 tahun, uniknya masjid ini cukup terawat dengan baik walau kondisi ketuaannya tak bisa disembunyikan. Arsitekturnya mengingatkan pada model Masjid Demak, namun berskala lebih mini-ukuran 10x10 m2. Atapnya yang berbentuk joglo ditopang oleh 4 pilar bulat "kuntet," seperti kaki bidak catur. Mihrab yang pas dengan ukuran badan menjorok ke dalam tembok, berada di sebelah kanan mimbar. Berbeda dengan masjid tua lain, uniknya masjid ini berplafon setinggi 2 meter dari lantai dalam.

Terpeliharanya Masjid Al-Alam tak lepas dari bentuknya yang relatif kecil menyerupai mushola. Selain itu, hingga kini pun masjid ini begitu amat dicintai oleh penduduk sekitarnya. Hampir di setiap waktu-waktu sholat, terutama Maghrib, dan 'Isya, Masjid Al-Alam selalu diramaikan jamaahnya. Bukan cuma itu, kelihatannya masjid ini sering didatangi para peziarah pula. Hal ini terlihat dengan dibangunnya sebuah pendopo persis di belakang masjid, sebelah timur yang terkesan sengaja dihadirkan untuk upacara-upacara khusus.

Tidak diketahui pasti siapa pendiri masjid ini, minimnya data sama halnya dengan ketidaktahuan masyarakat sekitar masjid. Bahkan tokoh masyarakat di sekitar rumah tinggal Si Pitung sekalipun. Yang diketahui oleh H. Atit, salah seorang pengurus masjid, bahwa orang-orang sekitar menyebut masjid ini dengan sebutan Masjid Gaib. Dari dongeng turun-temurun, disebutkan dalam proses pembuatannya dahulu, masjid ini dibangun hanya dalam tempo sehari semalam saja. Tapi ditambahkan oleh H. Atit, hal itu dimungkinkan, karena sebelum masjid ini ada, pasukan dan rombongan Pangeran Fatahillah datang ke Marunda sesaat setelah menang perang dengan Portugis di Sunda Kelapa.

Sejak tahun 1975 Masjid Al-Alam dinyatakan sebagai cagar budaya. Pemda DKI Jakarta rajin menyokong setiap upaya untuk melestarikan masjid ini. Di sekeliling masjid sekarang sudah dibuatkan pagar beton, berbentuk seperti pagar batas provinsi. Untuk menjangkau masjid, dari Tanjung Priok ada angkutan umum yang menuju ke Pasar Cilincing. Dan dari pasar Cilincing, pengunjung mesti berganti angkutan yang menuju ke arah Marunda. Dapat pula dipilih Angkot jurusan Bulak Turi, yang melintas ke jalan masuk wilayah perkampungan Marunda.

Sabtu, 05 Januari 2013

Taman Hek, Condet, Batu Ampar, Cililitan, dan Cawang Tempoe Doloe!

TAMAN HEK

Tempat yang terletak antara Kantor Kecamatan Kramatjati dan kantor Polisi Resor Kramatjati, sekitar persimpangan dari jalan Raya Bogor ke Taman Mini Indonesia Indah (TMII) terus ke Pondokgede, dikenal dengan nama Hek. Rupanya, nama tersebut berasal dari bahasa Belanda. Menurut Kamus Umum Bahasa Belanda – Indonesia (Wojowasito 1978:269), kata hek berarti pagar. Tetapi menurut Verklarend Handwoordenboek der Nederlandse Taal (Koenen- Endpols, 1946:388), kata hek dapat juga berarti pintu pagar.

 Dari seorang penduduk setempat yang sudah berumur lanjut, diperoleh keterangan, bahwa di tempat itu dahulu memang ada pintu pagar, terbuat dari kayu bulat, ujung – ujungnya diruncingkan, berengsel besi besar, bercat hitam. Pintu itu digunakan sebagai jalan keluar – masuk kompleks peternakan sapi, yang sekelilingnya berpagar kayu bulat. Kompleks peternakan sapi itu dewasa ini menjadi kompleks Pemadam Kebakaran dan Kompleks polisi Resort Keramatjati. Sampai tahun tujuh puluhan kompleks tersebut masih biasa disebut budreh, ucapan penduduk umum untuk kata boerderij, yang berarti kompleks pertanian dan atau peternakan. Kompleks peternakan tersebut merupakan salah satu bagian dari Tanah Partikelir Tanjoeng Oost, yang pada masa sebelum Perang Dunia Kedua terkenal akan hasil peternakannya, terutama susu segar untuk konsumsi orang – orang Belanda di Batavia.

CONDET


Kawasan Condet meliputi tiga kelurahan, yaitu Kelurahan Batuampar, Kampung Tengah (dahulu disebut Kampung Gedong), dan Balekambang termasuk wilayah Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur. Nama Condet berasal dari nama sebuah anak sungai Ci Liwung, yaitu Ci Ondet. Ondet, atau ondeh, atau ondeh – ondeh, adalah nama pohon yang nama ilmiahnya Antidesma diandrum Sprg.,termasuk famili Antidesmaeae (Fillet, 1888:128), semacam pohon buni, yang buahnya biasa dimakan.

Data tertulis pertama yang menyinggung – nyinggung Condet adalah catatan perjalanan Abraham van Riebeeck, waktu masih menjadi Direktur Jenderal VOC di Batavia ( sebelum menjadi Gubernur Jendral ). Dalam catatan tersebut, pada tanggal 24 September 1709 Van Riebeck beserta rombongannya berjalan melalui anak sungai Ci Ondet “Over mijin lant Paroeng Combale, Ratudjaja, Depok, Sringsing naar het hooft van de spruijt Tsji Ondet”,..(De Haan 1911: 320).

Keterangan kedua terdapat dalam surat wasiat Pangeran Purbaya, yang dibuat sebelum berangkat ke pembuangan di Nagapatman, disahkan oleh Notaris Reguleth tertanggal 25 April 1716. Dalam surat wasiat itu antara lain tertulis, bahwa Pangeran Purbaya menghibahkan beberapa rumah dan sejumlah kerbau di Condet kepada anak – anak dan istrinya yang ditinggalkan (De Haan, 1920:250). Keterangan ketiga adalah Resolusi pimpinan Kompeni di Batavia tertanggal 8 Juni 1753, yaitu keputusan tentang penjualan tanah di Condet seluas 816 morgen (52.530 ha), seharga 800 ringgit kepada Frederik Willem Freijer. Kemudian kawasan Condet menjadi bagian dari tanah partikelir Tandjoeng Oost, atau Groeneveld (De Haan 1910:51).

BATU AMPAR

 Batu Ampar yang merupakan bagian dari kawasan Condet, bahkan biasa disebut Condet Batuampar, dewasa ini menjadi sebuah kelurahan, Kelurahan Batuampar, Kecamatan Keramatjati, Kotamadya Jakarta Timur. Wilayah kelurahan Batuampar di sebelah barat berbatasan dengan wilayah Kelurahan Balekambang, (lengkapnya Condet Balekambang), yang dalam sejarahnya berkaitan satu sama lain.

Ada legenda yang melekat pada nama tempat tersebut sebagaimana diceritakan oleh orang – orang tua di Condet kepada Ran Ramelan, penulis buku kecil berjudul Condet, sebagai berikut :

"Pada jaman dulu ada sepasang suami istri, namanya Pangeran Geger dan Nyai Polong, memiliki beberapa orang anak. Salah seorang anaknya, perempuan, diberi nama Siti Maemunah, terkenal sangat cantik. Waktu Maemunah sudah dewasa dilamar oleh Pangeran Tenggara atau Tonggara asal Makasar yang tinggal di sebelah timur Condet, untuk salah seorang anaknya, bernama Pangeran Astawana.
Supaya dibangunkan sebuah rumah dan sebuah tempat bersenang – senang di atas empang, dekat kali Ciliwung, yang harus selesai dalam waktu satu malam. Permintaan itu disanggupi dan terbukti, menurut sahibulhikayat, esok harinya sudah tersedia rumah dan sebuah bale di sebuah empang di pinggir kali Ciliwung, sekaligus dihubungkan dengan jalan yang "diampari" dengan "batu", mulai dari tempat kediaman keluarga Pangeran Tenggara . Demikianlah, menurut cerita, "tempat yang dilalui jalan yang diampari batu itu selanjutnya disebut : Batuampar"; dan bale (Balai) peristirahatan yang seolah – olah mengambang di atas air kolam dijadikan nama tempat : Balekambang.

Pada awal abad keduapuluh di Batuampar terdapat perguruan silat yang dipimpin antara lain oleh Maliki dan Modin (Pusponegoro, 1984, IV:295). Pada tahun 1986, seorang guru silat di Batuampar, Sa'aman, terpilih sebagai salah seorang tenaga pengajar ilmu bela diri itu di Negeri Belanda, selama dua tahun. Tidak mustahil, kemahiran Sa'aman sebagai pesilat, sehingga terpilih menjadi pengajar di mancanegara itu, adalah kemahiran turun – temurun.

CILILITAN

Kawasan Cililitan dahulu terbentang dari sungai Ci Liwung di sebelah barat, sampai sungai Ci Pinang di sebelah timur. Sebelah selatan berbatasan dengan kawasan Kampung Makasar dan Condet. Di sebelah utara berbatasan dengan kawasan Cawang . Bagian sebelah barat Jalan Dewi Sartika sekarang sebatas simpangan Jalan Kalibata, biasa disebut Cililitan Kecil, sedangkan yang terletak disebelah timur Jalan Raya Bogor, dikenal dengan nama Cililitan Besar. Dewasa ini nama Cililitan dijadikan nama kelurahan, Kelurahan Cililitan, Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.

Nama Cililitan diambil dari nama salah satu anak sungai Ci Cipinang. Dewasa ini anak sungai tersebut sudah tidak ada lagi bekas – bekasnya. Kata ci, adalah bahasa Sunda, mengandung arti “air sungai” Lilitan lengkapnya lilitan – kutu, adalah nama semacam perdu yang bahasa ilmiahnya Pipturus velutinus Wedd., termasuk famili Urticeae (Fillet 1888:201). Pada pertengahan abad ke- 17 kawasan Cililitan merupakan bagian dari tanah partikelir Tandjoeng Oost, ketika masih dimiliki oleh Pieter van der Velde (De Haan 1910:50). Kemudian beberapa kali berpindah pindah tangan. Sampai diganti namanya menjadi lapangan Udara Halim Perdanakusumah. Lapangan udara tersebut biasa disebut Lapangan Udara (vliegeld, kata orang Belanda) Cililitan.

CAWANG

Kawasan Cawang dewasa ini menjadi sebuah kelurahan Kelurahan Cawang, Kecamatan Kramatjati, Kotamadya Jakarta Timur.Nama kawasan tersebut berasal dari nama seorang Letnan Melayu yang mengabdi kepada Kompeni, yang bermukim disitu bersama pasukan yang dipimpinnya, bernama Enci Awang.(Awang, mungkin panggilan dari Anwar). Lama – kelamaan sebutan Enci Awang berubah menjadi Cawang. Letnan Enci Awang adalah bawahan dari Kapten Wan Abdul Bagus, yang bersama pasukannya bermukim dikawasan yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Melayu, sebelah selatan Jatinegara.

Kurang jelas, apakah sebagian atau seluruhnya, pada tahun 1759 Cawang sudah menjadi milik Pieter van den Velde, di samping tanah – tanah miliknya yang lain seperti Tanjungtimur atau Groeneveld, Cikeas, Pondokterong, Tanjungpriuk dan Cililitan (De Haan, 1910:50).

Pada awal abad ke-20 Cawang pernah menjadi buah bibir, karena disana bermukim seorang pesilat beraliran kebatinan, bernama Sairin, alias Bapak Cungok. Sairin dituduh oleh pemerintah kolonial Belanda sebagai dalang kerusuhan di Tangerang pada tahun 1924. Di samping itu. Ia pun dinyatakan terlibat dalam pemberontakan Entong Gendut, di Condet tahun 1916. Condet pada waktu itu termasuk bagian tanah partikelir Tanjung Oost (Poesponegoro 1984, (IV):299 – 300).

Langkanya Penemuan Candi Tidak Selalu Mengekspresikan Tingkat Peradaban.

Sejarah Jawa Barat

Salah satu pertanyaan penting dalam Sejarah Jawa Barat selama ini adalah “Mengapa di Tatar Sunda sangat langka ditemukan candi-candi peninggalan kerajaan-kerajaan masa lampau seperti halnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur?” Paling tidak ada dua jawaban untuk pertanyaan ini. Pertama, argumen sosiologis-agrikultural. Mata pencaharian utama penduduk Priangan adalah ngahuma (berladang) kemudian bersawah. Hal ini dikenal sejak zaman kerajaan Sunda. Ciri masyarakat peladang adalah kebiasaan nomaden yaitu selalu berpindah tempat untuk mencari lahan yang subur. Kebiasaan ini berpengaruh pada tempat tinggal orang Sunda yang tidak memerlukan bangunan permanen yang kokoh. Kemungkinan besar itulah salah satu sebab mengapa di Priangan tidak banyak peninggalan berupa candi atau keraton seperti di Jawa Tengah (Lubis 1998: 26).

Kedua, argumen proses Islamisasi. Islamisasi di Sunda cenderung lebih intensif dibanding dengan di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Proses Islamisasi yang lebih intensif berpengaruh pada militansi beragama orang Sunda. Karena keislamannya yang kuat, masyarakat Sunda yang sudah masuk Islam diduga “menghancurkan” bangunan candi-candi sebagai peninggalan agama Hindu Budha dan tempat pemujaan yang bertentangan dengan keyakinan yang diajarkan Islam.
Hingga saat ini kedua asumsi tersebut belum didukung oleh bukti-bukti sejarah. Tulisan pendek ini akan menjawab pertanyaan tersebut melalui tiga argumen: monoteisme orang Sunda, tradisi egalitarian masyarakat dan realitas kekuasaan Sunda pra-Islam.

Monoteisme Orang Sunda

Dari berita sejarah yang ada dan dari hasil penelitian arkeologi terkini, kawasan Sunda adalah daerah yang pertama mendapat pengaruh Hindu dan Budha dari India. Aktifitas politik pemerintahan dengan rangkaian kegiatan birokratisnya telah berjalan sejak awal-awal abad masehi. Hal ini menunjukan bahwa orang-orang Sunda adalah orang pertama di Nusantara yang telah mengerti dan menggunakan mekanisme birokrasi dalam mengatur hubungan penguasa-rakyat dan dalam hubungan sosial antara masyarakatnya.
Pengaruh Hindu dan Budha yang datang dari India setelah mengalami proses sinkretisasi dengan agama lokal (animisme dan dinamisme) mulai diterima oleh kalangan elit politik kerajaan. Stratifikasi sosial yang kastaistis telah memberikan keuntungan-keuntungan tersendiri bagi para ningrat kerajaan, sementara masyarakat lapisan luar kerajaan masih menggunakan keyakinan lama yang menyembah hyang yang oleh Fa-Hien disebut sebagai “agama yang buruk” seperti tertuang dalam laporan berita Cina. Ungkapan “agama yang buruk” oleh Fa-Hien ini merupakan ungkapan yang biasa diucapkan oleh orang yang taat pada suatu agama terhadap orang yang beragama lain.

Dalam konsepsi teologis orang Sunda pra Hindu, hyang (sanghyang, sangiang) adalah Sang Pencipta (Sanghyang Keresa) dan Yang Esa (Batara Tunggal) yang menguasai segala macam kekuatan, kekuatan baik ataupun kekuatan jahat yang dapat mempengaruhi roh-roh halus yang sering menetap di hutan, di sungai, di pohon, di batu atau di tempat-tempat lainnya. Hyang mengusai seluruh roh-roh tersebut dan mengendalikan seluruh kekuatan alam. Pada masa masuknya pengaruh Hindu, konsep ke-esa-an hyang terpelihara karena semua dewa Hindu tunduk dan takluk pada hyang ini, kekuatannya dianggap melebihi dewa-dewa Hindu yang datang kemudian. Dengan kata lain, orang-orang Sunda pra Hindu-Budha sudah menganut faham monoteistis dimana hyang dihayati sebagai maha pencipta dan penguasa tunggal di alam. Konsepsi ini sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Islam, yaitu Allah, ketika muncul proses Islamisasi di Nusantara. Istilah sembahyang pun lahir dari tradisi ritus menyembah Hyang (Yang Tunggal) sama dengan shalat menyembah Allah Yang Maha Esa dalam agama Islam.

Ketika pengaruh Hindu masuk ke masyarakat Sunda, ajaran Hindu mempengaruhi keyakinan lokal masyarakat yang sudah mapan. Kedua keyakinan teologis ini kemudian mengalami proses sinkretisasi. Ini tergambar dalam hirarki kepatuhan yang terdapat pada Naskah Siksakandang Karesian yang berisi Pasaprebakti (Sepuluh Tingkat Kesetiaan) yang isinya sebagai berikut : “Anak satia babakti ka bapa; pamajikan satia babakti ka salaki; kawala satia babakti ka dunungan; somah satia babakti ka wado; wado satia babakti ka mantri; mantri satia babakti kanu manganan (komandan); nu nanganan satia babakti ka mangkubumi; mangkubumi satia babakti ka raja; raja satia babakti ka dewata; dewata satia babakti ka hyang.” Konsep hyang merupakan konsep yang memang sudah hidup pada orang Sunda jauh sebelum adanya pengaruh Hindu dan Budha.


Tradisi sesembahan orang Sunda pra Hindu-Budha tidak terpusat di Candi tapi menyembah hyang di kahiyangan. Konsep kahiyangan sangat abstrak alias tidak menyebut tempat fisik dan bangunan. Kahiyangan merupakan tempat para dewa bersemayam mulai dari para dewa lokapala (pelindung dunia) sampai pwah sanghyang sri (dewi padi), pwah naga nagini (dewi bumi) dan pwah soma adi (dewi bulan) yang menghuni jungjunan bwana (puncak dunia). Tradisi orang Sunda menyembah hyang adalah salah alasan yang menjelaskan kelangkaan candi di tatar Sunda Priangan. Kuatnya kepercayaan Sunda lama terhadap hyang yang monoteistik tidak mendorong orang Sunda untuk membangun candi sebagai pusat peribadatan sebagai mana di Jawa Tengah dan Timur. Satu dua candi kecil yang ditemukan di Jawa Barat, ketimbang menunjukkan kuatnya pengaruh agama Hindu-Budha, tampaknya dibangun lebih sebagai simbol kekuasaan bahwa disitu pernah ada penguasa kecil, keturunan dari Kerajaan Sunda.

Tradisi Egaliter Orang Sunda

Pengaruh Hindu dan Budha datang ke pulau Jawa sekitar awal abad masehi dan daerah yang pertama bersentuhan dengannya adalah Jawa Barat dengan pusat pemerintahan yang diduga berada di sekitar Karawang dan Bekasi sekarang. Pengaruh kedua agama ini nampaknya kurang begitu kuat meresap pada masyarakat Sunda karena masyarakat Sunda sangat kuat dalam menganut keyakinan aslinya yang bercorak monoteistis yaitu mengabdi pada hyang tunggal.
Bukti kuat pernyataan ini adalah bahwa hingga saat ini bukti-bukti arkeologis yang mendukung kuatnya pengaruh Hindu-Budha sangat sedikit ditemukan di Jawa Barat. Jika di Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak terdapat peninggalan bangunan dan monumen sakral yang bercorak Hindu dan Budha, ini disebabkan karena sosialisasi Hindu dan Budha yang sangat intensif, baik yang dilakukan oleh kalangan keraton maupun oleh para brahmana dan pedanda.

Cepatnya penyebaran agama Hindu dan Budha pada masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur disebabkan karena konsep dan ajaran god-kings (dewa-raja) yang sesuai dengan alam berfikir masyarakat Jawa ketika itu. Bagi masyarakat Jawa, raja dihayati sebagai panutan mutlak karena dianggap sebagai wakil Tuhan di bumi. Gelar para raja adalah gabungan dari dua otoritas yaitu otoritas politik (raja) dan otoritas religius (dewa) yang tergabung dalam istilah-itilah seperti rajaresi, khalifatullah fil ‘ardhi sayidin panatagama dan lain-lain. Kepatuhan mutlak kepada raja inti ajaran Hindu juga bersumber dari klasifikasi sosial yang sangat ketat. Ini tergambar dari stratifikasi masyarakat Jawa yang feodalistik antara kelas ningrat atau priyayi dan wong cilik. Penghayatan raja sebagai titisan dewa dan adanya kelas sosial yang tajam ini berakibat pada tiadanya perbedaan pendapat antara raja dengan rakyatnya, termasuk dalam persoalan agama. Keraton dalam kebudayaan Jawa adalah pemegang otoritas kebenaran yang berfungsi sentral baik dalam agama, politik dan kebudayaan.

Pada masyarakat Sunda, pola seperti ini tidak ditemukan. Corak budaya yang berkembang adalah kebudayaan rakyat di mana posisi keraton tidak terlalu menentukan pembentukan variasi budaya. Kebudayaan yang berkembang pada masyarakat Sunda didominasi oleh kebudayaan agraris dengan berbagai keunikannya. Dengan kata lain, kebudayaan Jawa dapat didefinisikan sebagai kebudayaan feodal yang hirarkis sementara kebudayaan Sunda adalah kebudayaan rakyat yang egaliter yang mencerminkan kesamaan derajat antar manusia. Salah satu buktinya adalah bahasa Sunda Buhun yang demokratis dan tidak hierarkis pada masa pra-Mataram seperti terlihat dalam undak-usuk sekarang.

Bukti lain yang mempertegas adalah seni pewayangan. Pada masyarakat Jawa, lakon cerita wayang merupakan sumber ilham dalam memahami fungsi-fungsi sosial mereka dalam hidup berbangsa dan berbudaya. Epos Mahabarata dan Ramayana menjadi sumber pendidikan etis yang menghasilkan perilaku-perilaku yang kastaistis seperti kemunculan slogan ningrat dan wong cilik tadi. Pada masyarakat Sunda, seni pewayangan lebih merupakan media hiburan pelepas lelah dalam aktifitas agrarisnya sehari-hari. Orang Sunda tidak menjadikan lakon cerita wayang sebagai sabda suci yang mesti diteladani. Mereka telah memiliki etika agraris yang sangat kuat yang tidak bisa digantikan dengan etika Hindu-Budha seperti yang ditayangkan dalam pewayangan yang sangat rumit dengan nilai-nilai filosofisnya. Sifat egalitarian masyarakat agraris dan kepercayaan monoteistik orang Sunda yang sudah lama berakar kuat ini justru menjadi bekal penerimaan orang Sunda terhadap ajaran agama baru yang sesuai dengan kultur dan kepercayaan mereka yaitu Islam. Ketika Islam datang ke tatar Sunda dan mulai berinteraksi dengan masyarakatnya, spontan mendapat sambutan yang sangat luar biasa, terutama dari kalangan rakyat biasa.

Realitas egalitarianisme masyarakat Sunda, tradisi komunikasi yang demokratis dan pengaruh Islam yang luas setelahnya, adalah penyebab tidak banyak ditemukannya Candi di tatar Sunda sebagai simbol hegemoni kerajaan dan nilai-nilai Hindu. Egalitarianisme nilai-nilai masyarakat dan demokratisnya pola komunikasi antara penguasa dengan rakyat berpengaruh pada cara raja dan rakyatnya memandang kekuasaan dan cara memandang dirinya masing-masing. Raja tidak perlu memisahkan dirinya dalam sebuah bangunan Candi yang eksklusif dan kokoh jauh dari rakyatnya.
Sebagaimana keraton berfungsi sebagai simbol pemisahan yang jelas antara kompleks kekuasaan raja dengan rakyatnya, candi juga dibangun sebagai simbol penegasan yang jelas antara raja dan rakyatnya dan lebih merupakan sarana eksklusif para raja melakukan ritus sesembahan dan pemujaan. Di tatar Sunda yang egaliter dan kedekatannya dengan alam sebagai masyarakat agraris menyebabkan fokus sesembahan dan penghormatan lebih langsung kepada alam dan ke sanghyang ketimbang kepada para raja.

Hanya Satu Kerajaan

Di Nusantara, fungsi candi bukan hanya sebagai tempat beribadah para raja semata, tetapi juga sebagai monumen sebuah dinasti yang berkuasa. Pertarungan politik dan adu gengsi kekuasaan antar kerajaan telah menghasilkan candi-candi megah di sekitar Jawa Tengah dan Jawa Timur seperti Wangsa Syailendra dengan Candi Borobudurnya dan Wangsa Sanjaya dengan Candi Prambanannya. Pergantian kekuasaan kerajaan, baik melalui suksesi formal maupun melalui perebutan kekuasaan selalu diiringi dengan pembangunan candi megah sebagai monumen kekuasaannya. Ketika kita menyaksikan banyaknya candi-candi besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur, maka kita dapat menduga selain sebagai simbol majunya sebuah kerajaan, betapa banyaknya pula konflik dan persaingan politik yang terjadi di Jawa pada zaman itu.

Fungsi candi sebagai monumen kekuasaan seorang raja seperti ini tidak ditemukan di tatar Sunda karena kerajaan yang berkuasa di tatar Sunda hanya satu yaitu Kerajaan Sunda, cuma pusat pemerintahannya saja yang berpindah-pindah sejak dari Galuh (Ciamis), pindah ke Pakuan Padjadjaran (Bogor), pindah lagi ke Kawali (Ciamis) dan kemudian pindah ke Pakuan lagi (Sartono Kartodirdjo, 1977). Dengan kata lain, kekuasaan raja di Sunda tersentralisir dan kemungkinan keratonnya pun hanya satu. Tetapi –paling tidak hingga saat ini— keratonnya pun belum ditemukan berada di kota mana dari tempat yang berpindah-pindah itu. Candi yang sudah ditemukan pun, seperti candi Cangkuang di Garut, candi di Batujaya Karawang dan di Bojongmenje Rancaekek, Bandung, selain proses rekonstruksinya masih kontroversial, juga belum merepresentasikan sebagai bekas peninggalan kekuasaan kerajaan Sunda. Dengan demikian, kekuasaan tunggal yaitu kerajaan Sunda adalah alasan kuat yang mendukung alasan-alasan lain yang sudah dikemukakan tentang tidak banyaknya candi di tatar Priangan.

Dengan demikian, kelangkaan candi di sebuah kawasan tidak selalu mengkespresikan tingkat peradaban. Candi hanyalah salah satu bangunan monumental yang dibangun oleh sebuah dinasti kerajaan untuk kebutuhan prestise sesembahan keluarga raja, selain sebagai simbol kekuasaan. Kerajaan Sunda adalah kerajaan kuat yang terbukti ketika kerajaan Madjapahit berada dipuncak kekuasaannya, kerajaan Sunda tidak pernah takluk di bawah pengaruhnya. Dengan demikian, pendirian candi dalam sebuah wilayah kekuasaan lebih berhubungan langsung dengan pola kekuasaan, konsep teologis dan tradisi politik yang berkembang. Tampaknya, sesuai dengan kecenderungan kuat konsep teologisnya yang monoteistik, tradisi pola komunikasi yang demokratis antara penguasa dan rakyatnya serta kekuasaan Sunda yang terpusat dan tunggal, kelangkaan dan bahkan ketiadaan candi di Tatar Sunda memang sebuah kemestian sejarah. Inilah kekhasan lokal Sunda. Masyarakat Sunda perlu membuang semacam “ratapan historis” kelangkaan candi di Jawa Barat sebagai sebuah indikasi rendahnya peradaban atau  sebaliknya banyaknya candi sebagai indikasi prestasi peradaban. Persepsi ini justru sebuah sikap “minder kebudayaan” (cultural inferiority complex) dihadapan kebudayaan lain, sementara kebudayaan Sunda memiliki sistem sosial kebudayaan sendiri yang sesungguhnya lebih berorientasi nilai-nilai, relijiusitas dan hal-hal lain yang bersifat abstrak. Wallahu a’lam!!

Sumber : Moeflich Hasbullah.

Kamis, 03 Januari 2013

Moyang Jawa-Sunda Berasal dari Kemah Ibrahim AS?

. . .
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim


Rendra - Djogja, 4 Februari 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi

Di dalam Mitologi Jawa diceritakan bahwa salah satu leluhur Bangsa Sunda (Jawa) adalah Batara Brahma atau Sri Maharaja Sunda, yang bermukim di Gunung Mahera. Selain itu, nama Batara Brahma, juga terdapat di dalam Silsilah Babad Tanah Jawi. Di dalam Silsilah itu, bermula dari Nabi Adam yang berputera Nabi Syits, kemudian Nabi Syits menurunkan Sang Hyang Nur Cahya, yang menurunkan Sang Hyang Nur Rasa. Sang Hyang Nur Rasa kemudian menurunkan Sang Hyang Wenang, yang menurunkan Sang Hyang Tunggal. Dan Sang Hyang Tunggal, kemudian menurunkan Batara Guru, yang menurunkan Batara Brahma. Berdasarkan pemahaman dari naskah-naskah kuno bangsa Jawa, Batara Brahma merupakan leluhur dari raja-raja di tanah Jawa.

Bani Jawi Keturunan Nabi Ibrahim

Di dalam Kitab ‘al-Kamil fi al-Tarikh‘ tulisan Ibnu Athir, menyatakan bahwa Bani Jawi (yang di dalamnya termasuk Bangsa Sunda, Jawa, Melayu Sumatera, Bugis… dsb), adalah keturunan Nabi Ibrahim. Bani Jawi sebagai keturunan Nabi Ibrahim, semakin nyata, ketika baru-baru ini, dari penelitian seorang Profesor Universiti Kebangsaaan Malaysia (UKM), diperoleh data bahwa, di dalam darah DNA Melayu, terdapat 27% Variant Mediterranaen (merupakan DNA bangsa-bangsa EURO-Semitik). Variant Mediterranaen sendiri terdapat juga di dalam DNA keturunan Nabi Ibrahim yang lain, seperti pada bangsa Arab dan Bani Israil. Sekilas dari beberapa pernyataan di atas, sepertinya terdapat perbedaan yang sangat mendasar. Akan tetapi, setelah melalui penyelusuran yang lebih mendalam, diperoleh fakta, bahwa Brahma yang terdapat di dalam Mitologi Jawa identik dengan Nabi Ibrahim.

Brahma adalah Nabi Ibrahim

Mitos atau Legenda, terkadang merupakan peristiwa sejarah. Akan tetapi, peristiwa tersebut menjadi kabur, ketika kejadiannya di lebih-lebihkan dari kenyataan yang ada.
Mitos Brahma sebagai leluhur bangsa-bangsa di Nusantara, boleh jadi merupakan peristiwa sejarah, yakni mengenai kedatangan Nabi Ibrahim untuk berdakwah, dimana kemudian beliau beristeri Siti Qanturah (Qatura/Keturah), yang kelak akan menjadi leluhur Bani Jawi (Melayu Deutro).
Dan kita telah sama pahami bahwa, Nabi Ibrahim berasal dari bangsa ‘Ibriyah, kata ‘Ibriyah berasal dari ‘ain, ba, ra atau ‘abara yang berarti menyeberang. Nama Ibra-him (alif ba ra-ha ya mim), merupakan asal dari nama Brahma (ba ra-ha mim).
Beberapa fakta yang menunjukkan bahwa Brahma yang terdapat di dalam Mitologi Jawa adalah Nabi Ibrahim, di antaranya :
  1. Nabi Ibrahim memiliki isteri bernama Sara, sementara Brahma pasangannya bernama Saraswati.

  2. Nabi Ibrahim hampir mengorbankan anak sulungnya yang bernama Ismail, sementara Brahma terhadap anak sulungnya yang bernama Atharva (Muhammad in Parsi, Hindoo and Buddhist, tulisan A.H. Vidyarthi dan U. Ali).

  3. Brahma adalah perlambang monotheisme, yaitu keyakinan kepada Tuhan Yang Esa (Brahman), sementara Nabi Ibrahim adalah Rasul yang mengajarkan ke-ESA-an ALLAH.

Ajaran Monotheisme di dalam Kitab Veda, antara lain :

  • Yajurveda Ch. 32 V. 3 menyatakan bahwa tidak ada rupa bagi Tuhan, Dia tidak pernah dilahirkan, Dia yang berhak disembah.

  • Yajurveda Ch. 40 V. 8 menyatakan bahwa Tuhan tidak berbentuk dan dia suci

  • Atharvaveda Bk. 20 Hymn 58 V. 3 menyatakan bahwa sungguh Tuhan itu Maha Besar.

  • Yajurveda Ch. 32 V. 3 menyatakan bahwa tidak ada rupa bagi Tuhan

  • Rigveda Bk. 1 Hymn 1 V. 1 menyebutkan : kami tidak menyembah kecuali Tuhan yang satu

  • Rigveda Bk. 6 Hymn 45 V. 6 menyebutkan “sembahlah Dia saja, Tuhan yang sesungguhnya”

  • Dalam Brahama Sutra disebutkan : “Hanya ada satu Tuhan, tidak ada yg kedua. Tuhan tidak berbilang sama sekali”. 

Ajaran Monotheisme di dalam Veda, pada mulanya berasal dari Brahma (Nabi Ibrahim). Jadi makna awal dari Brahma bukanlah Pencipta, melainkan pembawa ajaran dari yang Maha Pencipta.
4. Nabi Ibrahim mendirikan Baitullah (Ka’bah) di Bakkah (Makkah), sementara Brahma membangun rumah Tuhan, agar Tuhan di ingat di sana (Muhammad in Parsi, Hindoo and Buddhist, tulisan A.H. Vidyarthi dan U. Ali).

Bahkan secara rinci, kitab Veda menceritakan tentang bangunan tersebut :
Tempat kediaman malaikat ini, mempunyai delapan putaran dan sembilan pintu… (Atharva Veda 10:2:31)
Kitab Veda memberi gambaran sebenarnya tentang Ka’bah yang didirikan Nabi Ibrahim.
Makna delapan putaran adalah delapan garis alami yang mengitari wilayah Bakkah, diantara perbukitan, yaitu Jabl Khalij, Jabl Kaikan, Jabl Hindi, Jabl Lala, Jabl Kada, Jabl Hadida, Jabl Abi Qabes dan Jabl Umar.

Sementara sembilan pintu terdiri dari : Bab Ibrahim, Bab al Vida, Bab al Safa, Bab Ali, Bab Abbas, Bab al Nabi, Bab al Salam, Bab al Ziarat dan Bab al Haram.

Monotheisme Ibrahim

Peninggalan Nabi Ibrahim, sebagai Rasul pembawa ajaran monotheisme, jejaknya masih dapat terlihat pada keyakinan suku Jawa, yang merupakan suku terbesar dari Bani Jawi.
Suku Jawa sudah sejak dahulu, mereka menganut monotheisme, seperti keyakinan adanya Sang Hyang Widhi atau Sangkan Paraning Dumadi.

Selain suku Jawa, pemahaman monotheisme juga terdapat di dalam masyarakat Sunda Kuno. Hal ini bisa kita jumpai pada keyakinan Sunda Wiwitan. Mereka meyakini adanya ‘Allah Yang Maha Kuasa‘, yang dilambangkan dengan ucapan bahasa ‘Nu Ngersakeun‘ atau disebut juga ‘Sang Hyang Keresa‘.
Dengan demikian, adalah sangat wajar jika kemudian mayoritas Bani Jawi (khususnya masyarakat Jawa) menerima Islam sebagai keyakinannya. Karena pada hakekatnya, Islam adalah penyempurna dari ajaran Monotheisme (Tauhid) yang di bawa oleh leluhurnya Nabi Ibrahim.

Sumber Bacaan :
Forum Kaskus
Religiku : Hindhu dan Islam Ternyata Sama
Kanzunqalam's Blog : Misteri Leluhur Bangsa Jawa
Moef's Blog - Sejarah Menarik : Jawa-Sunda Keturunan Nabi Ibrahim AS?

Minggu, 12 Desember 2010

Kehebatan Tentara-Tentara Ini Tidak di Ambil dari Kisah Rambo

Kita semua tahu kalau film action terutama Rambo 1, 2, 3, 4 itu nggak mungkin banget. Memang ada gitu satu orang bisa nge-bantai sepasukan penjahat sendirian? Sebenarnya sih ada...

Ternyata ada saja tentara2 yang saking jagonya itu sampai2 produser film nggak mau bikin film tentang mereka (saking nggak masuk akalnya) Contohnya, ya.. orang2 di bawah ini :

(1). Simo Hayha
Siapa Simo Hayha?

Simo Hayha menjalani hidup yang membosankan di Finlandia. Dia pernah masuk militer selama setahun, lalu keluar dan menjadi petani. Namun ketika Uni Soviet menyerang tanah airnya pada tahun 1939, dia memutuskan untuk mengabdi pada negaranya.

Karena sebagian besar pertempuran terjadi di hutan, dia berkesimpulan bahwa cara terbaik untuk menghentikan invasi Uni Soviet adalah dengan membawa senapan laras panjang dan beberapa kaleng makanan, kemudian bersembunyi di balik pohon dan menembaki tentara rusia sepanjang hari. Di salju setebal 1.8 meter dan 20 - 40 derajat celcius dibawah 0.

Tentu saja tentara2 Rusia ketakutan setengah mampus mendengar bahwa lusinan tentara mereka dibantai oleh satu orang dengan satu senapan. Hayha terkenal sebagai "The White Death" karena kostumnya yang serba putih (biar nggak keliatan kalo lagi ngumpet diantara salju).

Jangan dibayangin senapannya itu kayak film2 sniper jaman sekarang.

Dan gak pake bantuan teleskop kayak di film2 sniper.

Kemudian Rusia mengirimkan sepasukan counter-sniper (tentara yang tugasnya membunuh sniper) untuk membunuh Hayha. Mampus semua dibantai Hayha.

Selama 100 hari, Hayha membunuh 542 orang dengan senapannya. Dia juga membantai sekitar 150 orang lainnya dengan senapan mesin, sehingga total killnya seenggak2nya sekitar 705 orang.

Akhirnya Rusia memutuskan untuk memborbardir daerah persembunyian Hayha dengan bom, dan Hayha sempat terkena ledakan bom sehingga jubahnya sobek. Tapi dia tidak terluka sedikit pun (bener2 nggak bisa mati nih orang..)

Akhirnya pada tanggal 6 maret 1940, seorang tentara Rusia yang lagi hoki menembak Hayha tepat di kepalanya. Ketika tentara yang lain menemukannya dan membawa Hayha ke markas, dia "kehilangan setengah kepalanya", walaupun masih hidup. Sang "White Death" akhirnya berhasil dihentikan selama seminggu.

Bukannya mengalami trauma akibat mukanya hancur dihajar peluru, dia masih hidup dan tersadar pada tanggal 13 Maret, tepat ketika perang selesai.

(2). Yogendra Singh Yadav
Siapa Yogendra Singh Yadav?

Yogendra Singh Yadav adalah anggota tentara India yang berusia 19 tahun ketika perang melawan Pakistan pada tahun 1999. Dia mendapat misi untuk menghancurkan tiga bunker musuh yang ada diatas gunung. Sayangnya, itu berarti mereka harus memanjat tebing es setinggi ratusan kaki. Karena mereka tidak mau memanjat satu2 dengan menggunakan kapak es, mereka memutuskan untuk mengirim satu orang untuk memanjat duluan kemudian memasang tali sehingga yang lain bisa lebih mudah memanjat. Yadaf mengajukan diri.

Baru setengah perjalanan, musuh yang berlindung di gunung sebelahnya menembaki tentara India dengan RPG, kemudian dengan senapan serbu. Setengah dari pasukan India tewas, termasuk komandannya, sementara sisanya kocar kacir. Yadaf, walaupun tertembak tiga kali, tetap memanjat.

Ketika Yadaf mencapai puncak gunung, salah satu bunker menembaki Yadaf dengan senapan mesin. Yadav berlari menuju arah tembakan, melemparkan granat kedalam bunker yang membunuh siapapun yang ada di dalamnya. Ketika bunker kedua menembaki Yadaf, dia berlari ke arah bunker kedua sambil terus tertembak, kemudian membunuh empat orang tentara bersenjata lengkap yang ada di dalamnya dengan tangan kosong.
Sementara itu, teman2 Yadaf yang lain cuman melongo melihat kebrutalan Yadaf. Mereka kemudian menghancurkan bunker ketiga tanpa banyak masalah.

Atas keberanian Yadaf, dia dianugrahi Param Vir Chakra, medali milter tertinggi di India. Bukan seperti Medal of Honor-nya Amerika, Param Vir Chakra hanya diberikan untuk "kejadian sangat luar biasa yang tidak mungkin dilakukan oleh manusia normal". Yap benar, kamu harus mendobrak hukum2 alam untuk bisa mendapat medali ini.

Nggak kayak Medal of Honor-nya Amerika yang buanyak banget penerimanya, Param Vir Chakra hanya dianugerahkan sebanyak 21 kali, dan 2/3 nya dianugerahkan secara post humous (ya, orang2 yang mendapatkannya udah meninggal sebelum sempat dapet medali). Awalnya ada berita bahwa Yadav meninggal juga, tapi ternyata mereka salah orang. Atau mereka baru tahu kalau ada orang yang masih bisa hidup dengan patah tulang paha, lengan hancur, dan 10 - 15 peluru bersarang di badannya.

(3). Jack Churchill
Siapa Jack Churchill?

Seorang panglima pasukan sekutu di perang dunia II, Kapten Jack Malcolm Thorpe Fleming Churchill alias "Fighting Jack Churchill" alias "Mad Jack" adalah orang tersinting di teater perang dunia II.

Dia menawarkan diri menjadi komandan, bukan karena dia merasa itu kewajibannya, tapi karena dia tahu itu berbahaya, dan oleh karena itu.. menyenangkan. Dia terkenal dengan ucapannya : "semua prajurit yang pergi perang tanpa membawa pedangnya itu nggak lengkap!!", dan dia memang membawa pedang ke medan pertempuran di perang dunia II. Dan bukan pedang2 ecek2, tapi pedang claymore yang gede mampus. Dan dia benar2 menggunakannya. Dia dikenal karena telah menangkap 42 tentara Jerman dan pasukan mortir pada waktu tengah malam, hanya dengan menggunakan pedangnya.

Churchill dan anak buahnya diperintahkan untuk menyerbu bangunan militer Jerman yang disebut "Point 22". Dalam perjalanan, semua orang mati kecuali Churchill dan 6 anak buahnya. Dari 6 orang itu, setengahnya terluka parah, dan yang tersisa dari mereka hanya pistol. Kemudian ledakan mortir membunuh semua orang kecuali Churchill.

Ketika tentara Jerman menemukannya, dia sedang menyanyikan "Will Ye No Come Back Again?" (lagu daerah dari skotlandia) dengan bagpipes-nya (semacam seruling yang ada kantongnya). Oh, gw belum bilang ya, dia membawa bagpipes bersama dengan pedangnya yang segede gaban.

Setelah dikirimkan ke kamp konsentrasi, dia bosan kemudian pergi. Iya, pergi begitu saja! Tentara Jerman menangkapnya lagi dan mengirimnya ke kamp lain. Ya, sudah dia pergi lagi (sumpah jago abis nih orang!).

Setelah berjalan sejauh 150 mil hanya dengan makanan sekaleng bawang, dia ditemukan oleh tentara Amerika yang kemudian mengirimnya ke Inggris, dimana dia langsung menuntut untuk kembali dikirimkan ke medan perang. Sayangnya, perang sudah berakhir ketika dia sedang dalam perjalanan. Seperti ucapannya ke temannya beberapa waktu kemudian, "Kalau bukan gara2 yankee sialan itu, kita pasti bisa melanjutkan peperangan untuk 10 tahun lagi!"

(4). Alvin York
Siapa Alvin York?

Lahir dari keluarga petani di Tennessee, Alvin York menghabiskan sebagian besar masa mudanya untuk berantem dan mabuk2an. Ketika salah satu temannya terbunuh ketika berantem di bar, dia bersumpah menjauhi alkohol dan menjadi aktivis anti perang. Ketika dia ditunjuk untuk masuk wajib militer pada tahun 1917, York berusaha menghindarinya, tapi ditolak mentah2 oleh militer Amerika Serikat. Masuklah dia ke pelatihan militer

Setahun kemudian, dia bersama 16 orang temannya mendapat misi untuk menyelinap dan mengambil alih persenjataan satu kompi pasukan bersenapan mesin yang sedang menjaga rel kereta api Jerman. Tentara Jerman yang menyadari keberadaan pasukan musuh spontan melepaskan tembakan dan sukses membantai 9 orang teman York.

Yang tersisa dari pasukan York.

Teman2nya yang masih hidup kabur tunggang langgang, meninggalkan York sendirian menghadapi 32 tentara Jerman bersenjata mesin.

"Aku tidak punya waktu untuk berlindung dibalik pohon atau gundukan tanah, aku bahkan tidak punya waktu untuk berjongkok apalagi menunduk. Yang bisa aku lakukan hanya melihat para tentara Jerman bersenjata mesin dan berusaha bertempur sampai titik darah penghabisan. Setiap kali aku melihat seorang tentara Jerman, aku jatuhkan dia. Awalnya aku menembak dengan posisi tengkurap, sama seperti kalau aku sedang mengikuti lomba menembak di Tennessee. Ya, jaraknya hampir sama lah, tapi targetnya lebih besar. Tembakanku tak mungkin meleset dalam jarak sedekat itu, dan memang iya", tulis York dalam diary-nya.

Setelah dia membunuh 20 orang, seorang letnan Jerman memerintahkan 5 orang anak buahnya untuk menyerang York dari samping. York mengambil Colt 45 miliknya (yang hanya punya 8 peluru) dan membantai kelima tentara Jerman dengan sukses, dengan teknik yang dia sebut sebagai "seperti menembak kalkun liar di rumah"


Pada titik ini, letnan Paul Jurgen Vollmer berteriak menanyakan apakah York tentara Inggris (tuh kan lihat, di PD II, tentara Amerika itu nggak dianggap sama sekali). Vollmer mengira tentara "jagoabis.com" ini pastilah seorang Superman dari Inggris yang sedang menunjukkan kepada tentara Amerika yang banci bagaimana caranya membantai musuh. Ketika York menjawab dia adalah orang Amerika, Vollmer menjawab "Terima kasih Tuhan! Jika kamu berhenti menembak, aku akan memerintahkan anak buahku untuk menyerah"

10 menit kemudian, 133 tentara mendatangi sisa2 pasukan York. Letnan Woods yang merupakan atasan York awalnya mengira ini adalah serangan balik dari Jerman, hingga dia bertemu York dan langsung memberi hormat dan berkata "Kopral York melapor dengan membawa tawanan pak!". Ketika sang letnan yang masih terpana bertanya ada berapa banyak, York menjawab "Jujur pak, saya tidak tahu".

(5). Audie Murphy
Siapa Audie Murphy?


Ketika Audie Murphy mendaftar sebagai Marinir di tahun 1942 (ketika dia masih berumur 16 tahun) tingginya cuma 5 kaki 5 inchi (166 cm ) dan beratnya cuman 110 pound (50 kg). Dia sukses ditolak dan ditertawakan habis2an. Ketika dia mendaftar di Angkatan Udara, dia juga sukses ditertawakan lagi. Kemudian dia mendaftar di Angkatan Darat, yang sepertinya berpikir kalau Murphy bisa dipakai sebagai tameng hidup. Maka masuklah dia ke militer. Performanya tidak begitu baik ketika pelatihan, sehingga dia hampir saja disuruh menjadi tukang masak di pertengahan pelatihan. Tapi karena Murphy terus bersikeras ingin terjun ke medan perang, jadi ya, sudah sekalian saja dia di suruh ke garis depan.

Ketika invasi ke Italia, dia dipromosikan menjadi kopral karena kemampuan menembaknya yang luar biasa, dan di waktu yang sama dia terkena malaria yang terus menerus dia derita selama perang. Ingat itu baik2..

Dia kemudian dikirim ke Perancis selatan pada tahun 1944. Dia bertemu dengan tentara Jerman bersenjata mesin yang berpura2 menyerah, yang tiba2 menembak kawan baik Murphy. Murphy yang kalap langsung membantai seluruh pasukan jerman yang bersenjata mesin, dan kemudian menggunakan senjata mesin tersebut untuk membantai semua orang dalam radius 100 meter, termasuk dua grup bersenjata mesin dan banyak sniper.

Militer Amerika memberinya medali "Distinguished Service Cross" (medali nomer 2 tertinggi di militer Amerika), dan mengangkatnya sebagai komandan pleton, sementara semua orang meminta maaf kepadanya karena pernah menjulukinya "si cebol".

Setengah tahun kemudian, pasukannya diberi misi untuk mempertahankan Colmar Pocket, sebuah daerah berbahaya di Perancis, walaupun yang tersisa dari mereka hanya 19 orang (dari yang aslinya 128 orang) dan beberapa tank M-10 Destroyer.

Pasukan Jerman menyerbu dengan jumlah besar dan setengah lusin Tank. Karena bala bantuan belum juga datang, Murphy dan anak buahnya bersembunyi dalam parit dan memerintahkan tank M-10 untuk maju. Semuanya dihancurkan dengan sukses.

Kemudian si bocah cebol yang lagi sakit malaria berlari menuju salah satu tank M-10 yang setengah hancur, melompat di belakang senapan mesin, dan langsung membantai semua orang yang terlihat. Ingat bahwa tank itu sedang terbakar dan tinggal menunggu waktu untuk meledak.

kalo ukurannya militer amrik mah cebol bener nih orang.

Dia terus2an menembak selama hampir 1 jam, hingga dia kehabisan peluru, kemudian berjalan ke arah sisa2 pasukannya semetara tank yang baru saja dia gunakan meledak dengan keras. Militer Amerika memberinya SEMUA medali yang ada (total ada 33, plus 5 dari Perancis dan 1 dari Belgia), termasuk "Medal of Honor" (medali tertinggi di militer Amerika).

Setelah perang usai, Murphy memutuskan keluar dari militer dengan pangkat terakhir mayor, yang kemudian melanjutkan kariernya sebagai aktor film hollywood. WHAT? iya, beneran. Murphy bermain di 33 film selama 25 tahun karirnya di Hollywood. Filmnya yang terlaris berjudul "To Hell and Back" pada tahun 1955 (bayangin film perang buatan tahun 1955 hancurnya kayak gimana yah, hahaha) yang merupakan film autobiografi tentang dirinya. Film ini menjadi film terlaris dari Universal Pictures selama bertahun2, hingga dikalahkan oleh Jaws yang dirilis pada tahun 1975.

"malu dong mbah stallone,
badan gede tapi cemen kalo dibanding sama tentara2 diatas..
he.. he.. he.."

Sumber :
Diterjemahkan dengan sedikit ngasal dari sini!

Jumat, 12 November 2010

Misteri Di balik Kematian Jendral A.W.S. Mallaby


Tepatnya, 27 Oktober 1945. Sekitar pukul 11.00, sebuah pesawat terbang Dakota yang datang dari Jakarta, menebarkan ribuan lembar pamflet di udara Kota Surabaya.

Pamflet itu berisi seruan kepada semua pihak termasuk kepada para warga Kota Surabaya agar melucuti senjata mereka atau mereka menghadapi dilumpuhkan dengan senjata.

“Persons beeing arms and refusing to deliver them to the Allied Forces are liable to be shot,” demikian bunyi pamflet itu.

Bagi para pejuang, isi pamflet tersebut jelas menunjukkan niat Inggris untuk mendudukkan Belanda kembali sebagai penguasa di Indonesia.
Seketika itu juga, sejumlah tokoh Surabaya pun mengadakan pertemuan. Mereka membahas berbagai pertimbangan dan memperhitungkan beberapa kemungkinan. Apabila mereka menyerahkan senjata kepada Sekutu, berarti pihak Indonesia akan lumpuh, karena tidak mempunyai kekuatan lagi. Apabila tidak menyerahkan senjata, ancamannya akan ditembak di tempat oleh pasukan Inggris/ Sekutu.

Kubu Indonesia memperhitungkan, pihak Inggris tidak mengetahui kekuatan pasukan serta persenjataan lawannya. Sedangkan telah diketahui dengan jelas, bahwa kekuatan Inggris hanyalah satu brigade, atau sekitar 5.000 orang. Selain itu mereka baru dua hari mendarat pada 25 Oktober 1945 dan dipastikan tak mengerti liku-liku Kota Surabaya.

Setelah pertemuan rupanya strategi Carl von Clausewitz, pakar teori militer sekutu, yang menjadi keputusan,”Angriff ist die beste Verteidigung” (menyerang adalah pertahanan yang terbaik). maka dengan suara bulat diputuskan tidak menyerah. Perintah diberikan langsung Komandan Divisi Surabaya, Mayor Jenderal Yonosewoyo.

Minggu 28 Oktober 1945, sekitar pukul 04.30 WIB.

Usai shubuh, serangan besar-besaran pun mulai dilancarkan dengan satu tekad, tentara Inggris yang membantu Belanda harus dihalau dari Surabaya.

Serangan itu di luar dugaan pihak Inggris pimpinan Mallaby yang salah satunya melucuti tentara Jepang sesuai dengan isi Perjanjian Yalta. Pihak Inggris pun akhirnya meladeni serangan dan terjadi pertempuran kota.

Timbullah beberapa konflik bersenjata tak seimbang antara kedua pasukan, yang salah satunya terjadi pada 30 Oktober 1945 di dekat Jembatan Merah, Surabaya. Mobil Buick yang ditumpangi Mallaby dicegat oleh pasukan dari pihak Indonesia sewaktu hendak melintasi jembatan dan mengakibatkan terjadi baku tembak yang berakhir dengan tewasnya Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tidak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil Mallaby akibat ledakan sebuah granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Jenderal A.W.S. Mallaby tewas pada 30 Oktober 1945 pukul 20.30 WIB.

Kematian Mallaby inilah yang dianggap kemudian memicu terjadi peperangan lebih besar lagi. Mayor Jenderal E.C. Mansergh, pengganti Mallaby, mengeluarkan ultimatum kepada pasukan Indonesia di Surabaya pada tanggal 9 November 1945 untuk menyerahkan senjata tanpa syarat. Pada tanggal 10 November 1945 pecahlah Pertempuran 10 November karena pihak Indonesia tidak menghiraukan ultimatum ini.

Bagi pihak Indonesia, keberhasil menewaskan seorang jenderal yang memiliki jam terbang tinggi pengalaman memimpin pasukan berperang adalah sesuatu hal membanggakan. Namun terbunuhnya Mallaby justru memantik rasa ingin tahu siapa orang yang berhasil menewaskan Mallaby dan lantas meledakkan mobilnya.

Beberapa pelaku sejarah pun tidak pernah tahu siapa yang berhasil menewaskan Mallaby. Termasuk salah satunya almarhum Roeslan Abdulgani dan beberapa pelaku sejarah lainnya. “Siapa yang menewaskan hingga sekarang tidak ada yang tahu,” ujar almarhum Roeslan dalam sebuah kesempatan.

Sejarawan Surabaya, Suparto Brata juga mengatakan, hingga detik ini siapa yang menewaskan Mallaby tetap menjadi misteri. “Tidak ada yang tahu atau saksi mata yang melihat siapa yang membunuh Mallaby,” ujar Suparto Brata.

Mengenaskannya kondisi Mallaby pun juga sempat menimbulkan perdebatan di internal pemerintahan Inggris kala itu. Dalam sejumlah literatur, Tom Driberg, seorang anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party), saat itu menyangkal terbunuhnya Mallaby dengan cara licik.

Ia mengatakan, baku tembak yang terjadi di dekat gedung Internatio dipicu kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak dengan pasukan pihak Indonesia.

“Mereka tidak tahu gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi dari Mallaby,” ujar Driberg.
Menurut Tom Driberg, dalam debatnya di Parlemen Inggris, setelah memerintahkan penghentian baku tembak oleh pasukan India tersebut, dalam satu titik dalam diskusi gencatan senjata, Mallaby kembali memerintahkan untuk memulai tembakan kembali.

“Hal ini berarti gencatan senjata telah pecah karena perintah Mallaby dan Mallaby tewas dalam aksi pertempuran, bukan dibunuh secara licik,” lanjut Driberg.

Dalam ceritanya yang dituangkan dalam sebuah buku, almarhum Roeslan Abdulgani juga menceritakan, kalau pertempuran di depan gedung Internatio dipicu oleh tentara Inggris yang terkurung di dalam gedung melakukan tembakan membabi buta ke arah para pejuang.

“Namun siapa yang membunuh, belum pernah ada saksi mata,” ujar almarhum Roeslan. Kematian Mallaby tetap dalam misteri.

sumber : fenz-capri

Selasa, 05 Oktober 2010

Melihat dan Membaca Sejarah Bangsa Sendiri

“Melihat dan membaca sejarah. Apakah seperti bangun dari ‘mimpi buruk’ atau seperti ‘menggaruk-garuk pinggiran koreng (?)”


Supersemar :

"Betulkah Bung Karno Ditodong Jenderal?"



Pintu kamar Bung Karno diketuk pengawal. Ada perwira Angkatan Darat yang ingin bertemu presiden. Mereka diutus oleh Suharto. Ada map merah muda di tangan salah seorang jendral.
Kesaksian ini dituturkan Sukardjo Wilardjito, mantan pengawal Presiden Sukarno. Sesudah jatuhnya Sukarno, Sukardjo pernah dipenjara oleh rezim Orba selama 14 tahun tanpa proses pengadilan, termasuk menjalani beragam penyiksaan, disetrum puluhan kali dan dipaksa mengaku PKI. (seperti syair dari lagunya Iwan Fals “Paman Doblang” dari Puisinya Rendra)

Sukardjo ini pernah mengejutkan orang dengan kesaksiannya yang bersikukuh menyatakan Basuki Rachmat dan Panggabean menodongkan pistol ke muka Sukarno karena bimbang menandatangani. Melihat itu, Sukardjo sebagai pengawal presiden secara refleks mencabut pistol untuk melindungi presiden. Namun meletakkan pistolnya kembali, karena Sukarno tidak ingin melihat pertumpahan darah. Surat yang akhirnya ditandatangani Sukarno itu dikenal kemudian dengan nama Supersemar. Surat Perintah Sebelas Maret.

Sukardjo juga bersaksi bahwa yang menghadap Sukarno adalah empat jendral dan bukan tiga jendral seperti yang disebutkan selama ini. Keempat jendral utusan Suharto itu adalah M. Yusuf, M. Panggabean, Amir Machmud dan Basuki Rachmat. Biarpun ada yang masih meragukan kesaksian Sukardjo itu, tapi dia tetap berpegang pada kesaksiannya itu. Kemudian malah menulis kesaksiannya di bukunya berjudul “Mereka Menodong Bung Karno”.

Kesaksian Sukardjo bahwa Sukarno ditodong, pernah dibantah M. Yusuf dan Panggabean sendiri. Kesaksian itu juga dibantah oleh A.M. Hanafi mantan Dubes RI di Kuba, dalam bukunya “Hanafi Menggugat”. Sehingga kebenaran kesaksian Sukardjo itu masih perlu ditelusuri lagi. Benarkah demikian?

Ditodong atau tidak, rasanya Sukarno bukan orang yang mudah digertak. Bagaimanapun, apapun alasan Sukarno menandatangani naskah Supersemar, pada dasarnya kesaksian Sukardjo itu menggambarkan situasi yang tidak kompromistik. Situasi yang membuat Sukarno terjepit. Tak ada waktu bernegosiasi. Pokoknya teken sekarang! Ada bau konspirasi di balik itu.

Dan hasilnya adalah lahirnya Surat Perintah 11 Maret atau Supersemar. Bung Karno menyebutnya dengan istilah SP Sebelas Maret. Sesudah menandatangani surat itu, Bung Karno masih sempat mengatakan, bahwa surat itu mesti dikoreksi kalau keadaan sudah pulih. Permintaan itu tidak pernah terwujud, karena ketika menandatangani surat itu, tanpa disadari Sukarno sedang menandatangani kejatuhannya.

Sesudah penandatanganan Supersemar, boleh dikatakan wahyu sebagai pemimpin seakan sudah tercabut dari Sukarno. Sebagai presiden, Sukarno sudah menandatangani ribuan surat. Tapi tandatangannya di surat yang satu ini, Supersemar, menjadi pedang yang menghunus kekuasaannya sendiri.

Kita tahu, Supersemar adalah surat mandat Sukarno pada Suharto untuk mengamankan negara yang kacau akibat G30S PKI. Belakangan mandat Supersemar ini ternyata dijadikan legitimasi untuk mengambil alih kekuasaan yang menyingkirkan Sukarno. Dengan Supersemar itu Suharto memperoleh surat sakti, kemudian bergerak cepat meraih kursi presiden.

Bung Karno yang sadar bahwa Supersemar ternyata dimanipulasi, dalam pidatonya berteriak “Jangan jegal perintah saya! Jangan saya dikentuti!”. Ini ekspresi kemarahan Sukarno kepada orang-orang yang dianggapnya telah menipunya, melangkahinya dan membangkang perintahnya.

Menjelang kejatuhannya, Bung Karno mulai agak kehilangan kontrol diri. Itu tampak dari pidato-pidatonya yang emosional. Tampaknya Bung Karno mulai frustrasi. Dia sudah mulai merasa ditinggalkan dan dikhianati oleh orang-orang sekitarnya.Salah satunya yang bikin Sukarno merasa dikentuti, seperti katanya, adalah Supersemar tadi. Bagaimana tidak? Bung Karno merasa Supersemar diplintir! Padahal Supersemar dimaksudkan Sukarno untuk memberi mandat pada Suharto agar segera memulihkan keamanan negara, bukan melengserkannya.

Kecurigaan Sukarno bahwa ada persekongkolan yang berniat memanipulasi Supersemar, tercermin dari pidatonya. Ketika itu Bung Karno mulai melihat tanda-tanda Supersemar yang disebutnya SP 11 Maret itu mulai “dimainkan” oleh Suharto. Karena itu Bung Karno menekankan berkali-kali, dirinya tidak bermaksud mengalihkan kekuasaannya pada Suharto.

Kata Bung Karno, “Dikiranya SP Sebelas Maret adalah surat penyerahan pemerintahan. Dikiranya SP Sebelas Maret itu, suatu transfer of sovereignty. Transfer of authority”. Padahal TIDAK! SP Sebelas Maret adalah suatu perintah. SP Sebelas Maret adalah suatu perintah pengamanan. Perintah pengamanan jalannya pemerintahan. Pengamanan jalannya ini pemerintahan. Seperti kukatakan dalam pelantikan kabinet. Kecuali itu juga perintah pengamanan keselamatan pribadi Presiden. Perintah pengamanan wibawa Presiden. Perintah pengamanan ajaran Presiden. Perintah PENGAMANAN beberapa hal”.

Berdasarkan pidato Sukarno di atas, timbul kecurigaan orang. Mungkinkah Supersemar “sengaja” dinyatakan hilang? Betulkah naiknya Suharto sebagai presiden adalah inskonstitusional karena bertentangan dengan amanat Supersemar? Dan karenanya Supersemar mesti lenyap secara misterius? Apakah bisa dipercaya begitu saja bahwa dokumen negara sepenting itu bisa hilang?

Dua naskah Supersemar di Arsip Nasional disebutkan hanya fotocopy. Yang janggal, dua naskah itu tidak mirip karena diketik dengan spasi berbeda. Pertanyaannya, yang manakah di antara kedua naskah itu yang otentik? Atau apakah malah keduanya sama-sama tidak otentik?

Dokumen Supersemar yang kontroversi itu

Menurut kesaksian staf intel Komando Operasi Tertinggi Gabungan-5 (G-5 KOTI) Salim Thalib, naskah Supersemar yang dikenal sekarang adalah palsu. Selain aslinya tidak serapi itu, isi naskah juga tidak sama dengan naskah aslinya.

Jadi betulkah tuduhan beberapa kalangan yang menyamakan ini dengan usaha penghilangan barang bukti? Kalau memang Supersemar tidak diplintir, apa buktinya bahwa Supersemar itu tidak diplintir?

Sebetulnya kenapa Supersemar itu mesti dirancang dan Sukarno mesti dipaksa menandatangani? Ada banyak teori konspirasi rumit tentang ini. Tapi saya tertarik dengan teori berikut ini.

Latar belakangnya tak lepas dari persaingan antara PKI dan Angkatan Darat. Sebelum terjadinya G30S, persaingan antara PKI dan Angkatan Darat sudah dalam taraf saling jegal menjegal. Bahkan PKI sampai ingin membangun “Angkatan Kelima” dalam militer.

PKI ingin menggeser Angkatan Darat. Dan Angkatan Darat ingin menggeser PKI. Apalagi ketika itu Sukarno sudah mulai sakit-sakitan. Mungkin usianya tidak lama lagi. Pokoknya siapa cepat, dia dapat. Antara PKI dan Angkatan Darat sudah betul-betul sikut-sikutan.

Begitu meletus konspirasi G30S, inilah kesempatan Angkatan Darat untuk menghancurkan saingan beratnya itu. Tak ada ampun, pokoknya PKI harus musnah. Dan penghancuran itu akan lebih afdol jika presiden sendiri yang mengumumkan pembubaran PKI. Soalnya yang punya hak untuk membubarkan partai politik cuma presiden. Itu adalah hak prerogatif presiden. Tapi tunggu punya tunggu, Sukarno kok belum mau juga membubarkan PKI. Bagaimana ini?

Angkatan Darat melalui tangan Suharto pun mengambil jalan pintas. Potong kompas. Caranya, harus dibuat sebuah surat perintah yang telah terkonsep, yang membuat Angkatan Darat jadi punya alasan yuridis melibas PKI. Konsep surat itu pun dibuat. Konsep Supersemar. Isinya perintah presiden kepada Angkatan Darat (Suharto) untuk mengamankan negara. Nah, dengan dalih mengamankan negara inilah Angkatan Darat jadi punya alasan mengganyang habis PKI. Angkatan Darat memang berlomba dengan waktu. Harus bergerak cepat. Kalau tidak, PKI bisa kembali bangkit mengumpulkan kekuatan dan mendepak jauh-jauh Angkatan Darat dari panggung kekuasaan. Now or never! Jadi sekarang Angkatan Darat tidak boleh kalah cepat!

Setelah itu Suharto memerintahkan para Jendral tadi untuk membawa surat itu kepada Sukarno. Dengan pesan khusus, “pokoknya harus ditandatangani Sukarno”.

Begitu Supersemar ditandatangani, itulah awal aksi pedang Orba. Nampaknya tanda tangan Sukarno tadi adalah pembuka jalan bagi pelaksana Supersemar untuk mengamankan yang bisa diamankan. Sesudah itu terjadi tragedi mengenaskan. Di segala pelosok negeri berkubang darah jutaan rakyat dengan alasan pembasmian PKI demi keamanan negara. Korbannya tidak saja PKI, tapi juga orang-orang yang tiba-tiba di-PKI-kan atau dipaksa mengaku PKI. Berjuta rakyat mendadak tak bermasa depan dan terampas haknya karena dicap PKI.

Tak kurang Sukarno sendiri turut menjadi korban. Sukarno mengatakan dia mengutuk sekeras-kerasnya Gestok (G30S PKI). Pelakunya harus dihukum, kalau perlu ditembak mati. Tapi orang yang memperuncing peristiwa G30S PKI, hingga terjadi provokasi membenarkan pembunuhan jutaan rakyat juga harus diadili. Apakah Sukarno bermaksud menujukan ini pada Suharto?

Yang jelas, sesudah pernyataan Sukarno itu, terjadi de-Sukarnoisasi. Kita tahu bagaimana Sukarno diisolasi, dituduh terlibat G 30 S PKI tanpa bukti yuridis.

Tentu saja tuduhan itu aneh. Karena bagaimana mungkin Sukarno dituduh melakukan kudeta terhadap dirinya sendiri? Buntutnya, semua yang berhubungan dengan Sukarno menjadi tabu dibicarakan di masa Orba. Bahkan beberapa departemen men-non-aktif-kan pegawai yang ketahuan pro-Sukarno.

Setelah skenario berjalan seperti harapan, “para perancang” Supersemar lalu mabuk kemenangan. PKI yang dulu jadi saingan utamanya untuk merebut “kursi Sukarno” sudah tersungkur. Dan Sukarno sang pemilik kursi juga sudah dipaksa meninggalkan kursinya. Suharto tak menyia-nyiakan kesempatan. Kursi yang kosong tanpa pemilik itu harus diapakan lagi kalau bukan diduduki?

Dan ketika kursi Sukarno tadi diduduki Suharto, di situlah awal mula kasak kusuk politik tentang “penyelewengan Supersemar”. Apakah betul tuduhan bahwa ada permainan sistematis Amerika di balik semua ini?

Yang jelas, dengan diselewengkannya maksud Supersemar, yang paling berbahagia adalah Amerika. Karena itu berarti jatuhnya Sukarno. Akhirnya mimpi Amerika terkabul sudah. Terang-terangan Amerika menyatakan jatuhnya Sukarno sebagai kemenangan Amerika. Presiden Richard Nixon menggambarkan kemenangan itu sebagai, “Hadiah terbesar dari Asia Tenggara”. Sudah jelas. Karena hadiah sesungguhnya terletak pada kekayaan alam Indonesia yang menanti untuk dikuras. Dan batu penghalang yang menghalang-halangi Amerika menguras alam Indonesia, yaitu Sukarno, sudah dibikin terjungkal. Inilah awal kemenangan Amerika yang sejak 10 tahun sebelumnya ingin menggulingkan Sukarno.

Bung Karno berhasil mengusir penjajahan Belanda. Tapi setelah itu Bung Karno ambruk oleh Amerika. Mungkin karena cara Amerika lebih cerdik. Soalnya Amerika tidak memegang gagang keris secara langsung untuk menikam Sukarno. Keris itu diserahkannya kepada rakyat Sukarno sendiri, yang menghujamkannya langsung ke presidennya sendiri, di antaranya melalui provokasi perebutan kekuasaan dan akhirnya menunggangi G30S.

Pasca G30S, rakyat menjadi sangat takut dengan yang kekiri-kirian. Ini artinya Indonesia meninggalkan Rusia dan berpaling ke Amerika.

Dan setelah Supersemar dijadikan surat sakti untuk memberantas sisa-sisa G30S, lalu pemegang Supersemar diangkat menjadi presiden, Indonesia berubah haluan 180 derajat. Hampir semua jabatan vital dipegang oleh perwira Angkatan darat. Sehingga rakyat berbisik takut-takut dan bertanya siapa sebetulnya yang meng-kup Sukarno?

Di bawah pemerintahan yang hampir semuanya orang militer, rakyat Indonesia jadi takut dan kapok dengan yang segala yang berbau kiri. Semua orang tiba-tiba saja beragama. Banyak orang tiba-tiba rajin ke mesjid dan ke gereja. Soalnya takut dituduh PKI. Sehingga kiblat Indonesia berganti ke Amerika, tidak lagi ke Blok Timur. Rusia yang tadinya sahabat Indonesia sekarang menyingkir. Amerika jingkrak-jingkrak! Soalnya mimpi mereka untuk menancapkan kuku di Indonesia akhirnya terwujud.

Indonesia yang di bawah tanahnya banyak emas dan minyak itu akhirnya jatuh ke pelukan Amerika. Apa buktinya?

Kepentingan Amerika cuma satu. Pokoknya modal Amerika mesti masuk ke Indonesia. Hasilnya? Begitu pemegang Supersemar diangkat menjadi Presiden menggantikan Sukarno, maka produk undang-undang pertama yang digodok adalah RUU Penanaman Modal Asing Tahun 1967.

Setelah lahir UU Penanaman Modal Asing, sebut saja sumber daya alam mana di Indonesia yang sampai sekarang tidak dikuasai Amerika?

Sukarno telah ditumbangkan oleh Amerika. Dan bagaimana pemangku Supersemar akhirnya lengser?

Ketika ayam jago yang dielus-elus tuannya tidak lagi berguna, maka ayam itu “di-kuali-kan” menjadi ayam sayur. Semua itu berawal ketika “kapitalisme Cendana” ternyata semakin me-raksasa nyaris mendesak kepentingan kapitalisme Amerika. Maka pemangku Supersemar pun akhirnya terdepak pula.

Di mana letak perbedaan kejatuhan Sukarno dan Suharto? Sukarno memang dijatuhkan sesudah menandatangani Supersemar, tapi tak pernah jatuh ke pelukan Amerika. Sedangkan Suharto sudah jatuh sejak awal. Bahkan ketika dia baru saja mengirim utusannya untuk memaksa Sukarno menandatangani Supersemar, di saat itu Suharto telah jatuh ke pelukan Amerika.

Tidak ada kekuasaan yang abadi. Setiap saat kekuasaan bisa saja jatuh. Tapi ada satu hal yang tidak otomatis jatuh bersama kekuasaan. Yaitu kehormatan.

Disadur dari kolomkita.detik.com
Credit goes to
Original Article by
Walentina Waluyanti
Nederland, 4 Maret 2010.

Kamis, 30 September 2010

Rekam Jejak Peristiwa 45 Tahun Silam : "G 30 S/PKI"

Terilhami dari tulisan Jarar Siahaan di BatakNews yang berjudul “Pantaskah Soeharto Diampuni”, dan dari peringatan 9 tahun turunnya Rezim Soeharto, berdasarkan fakta dari kejadian yang terjadi 42 tahun silam di Jakarta, tepatnya tentang peristiwa pemberontakan G 30 S/PKI.

Ada seorang ahli sejarah yang sempat meneliti tentang kejadian yang menimpa bangsa kita di tahun 1965, mengatakan bahwa di tahun 1965, di Indonesia hanya ada satu Jendral dan dia adalah Mayjen TNI Soeharto. Menurut ahli sejarah itu juga termakan image yang sengaja dibuat Soeharto bahwa dia adalah orang yang paling berjasa atas dibubarkannya Partai yang kini dianggap sebagai partai terlarang di negeri kita.

Soeharto adalah seorang prajurit TNI berpangkat cukup tinggi dan juga memegang salah satu jabatan penting dalam jajaran TNI sebagai Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad). Pada masa kepemimpinan Ir. Soekarno, Soeharto adalah seorang perwira tinggi yang tidak terlalu diperhitungkan. Itu juga menjadi penyebab tidak terteranya nama Soeharto dalam daftar 7 jendral yang menjadi target pembunuhan dalam pemberontakan PKI.

7 Jendral yang menjadi target operasi PKI (Baris pertama kiri-kanan) Jendral TNI Anumerta Ahmad Yani, Letjen TNI Anumerta MT Haryono, Letjen TNI Anumerta S Parman, Letjen TNI Anumerta Suprapto. (Baris kedua Kiri-kanan) Mayjen TNI Anumerta Sutoyo Siswomiharjo, Mayjen TNI Anumerta DI Panjaitan, Kapten Czi Anumerta Pierre Tendean

Apa mungkin Soekarno lupa pada jasa Soeharto yang menjadi arsitek Serangan Umum 1 Maret atas Kota Yogya yang berhasil menguasai Kota Yogya selama 6 jam yang kala itu dikuasai oleh Belanda? Ataukah Soekarno mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi.

Pada tahun 1965 tepatnya pada tanggal 30 September 1965, sebuah pemberontakan terjadi atas keutuhan Pancasila (itu kata rezim Orde Baru) namun berhasil ditumpas sampai ke akar-akarnya oleh seorang perwira tinggi bernama Soeharto.

“Resolusi Dewan Jendral” yang sempat beberapa kali disebutkan dalam film tersebut, hal itu benar adanya. Resolusi Dewan Jendral memang ada. Beberapa orang Jendral pada saat itu sedang merencanakan untuk menggulingkan kekuasaan Soekarno dan mengambil alih kekuasaan.

Para pemimpin PKI kala itu cukup resah dengan adanya isu tentang resolusi Dewan Jendral. Mereka khawatir jika para jendral berhasil, maka posisi mereka berada di ujung tanduk. Untuk itu mereka harus bergerak cepat, berpacu dengan waktu untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral, sebelum para jedral mendahuluinya.

Rakyat yang kala itu masih bodoh dicekoki dengan pernyataan-pernyataan pedas tentang seberapa menyeramkan dan menyakitkannya sebuah pemberontakan. PKI terus menyebarkan doktrin bahwa pemberontakan itu identik dengan kekejaman. Rakyat akan semakin terkepung dalam kesengsaraan. Doktrin yang dilontarkan PKI itu terhadap rakyat itu pada akhirnya berhasil membakar darah rakyat yang kala itu tengah dirundung duka yang mendalam dan berkepanjangan akibat dari ketidak stabilan perekonomian di sebuah negara yang masih muda ini. Akhirnya PKI mendapat restu dari rakyat yang telah didoktrinnya untuk menumpas para jendral yang terlibat dalam Resolusi Dewan Jendral.

PKI sendiri mempunyai kepentingan dalam penumpasan ini. PKI adalah pendukung terkuat Soekarno, dan Soekarno adalah pendukung terkuat PKI demi sebuah image bagi dunia internasional bahwa Indonesia tidak mudah dimasuki pengaruh Amerika Serikat. Memang Sokarno lebih menyukai politik sosialis demokratik seperti yang diajarkan Uni Soviet kepada dunia kala itu yaitu pemerataan.
Karena PKI takut kehilangan dukungan dari presiden, maka PKI harus secepatnya menumpas Dewan Jendral sebelum Dewan Jendral menggulingkan Soekarno. Maka direncanakanlah sebuah aksi untuk menumpas Dewan Jendral. Akhirnya para pemimpin PKI sepakat tanggal yang tepat untuk melakukan aksi adalah pada tanggal 30 September.

Para pimimpin PKI melakukan rapat tentang aksi yang bakal mereka lakukan. Sedikitpun mereka tidak menyinggung nama Soeharto karena memang Soeharto kala itu bukan siapa-siapa. Dia tidak lain hanyalah seorang prajurit TNI berpangkat tinggi yang tidak diperhitungkan dan tidak penting sama sekali.

Disisi lain, Soeharto sendiri juga mengetahui tentang adanya resolusi Dewan Jendral dan mengetahui bahwa PKI akan melancarkan aksi untuk menumpasnya. Namun dia hanya diam. Soeharto juga memiliki kepentingan jika PKI berhasil. Kepentingan Soeharto sebenarnya adalah agar dia mulai dianggap penting dan kembali diperhitungkan di kancah percaturan negeri ini sehingga dia bisa mendapat jabatan yang lebih penting dari jabatan yang dia pegang saat itu. Dia biarkan PKI melakukan aksinya dengan membunuh para perwira tinggi TNI yang memang memegang jabatan penting di negara. Dengan demikian akan semakin berkurang saingan bagi Soeharto untuk meraih jabatan yang lebih tinggi dan lebih penting dari sekedar panglima Kostrad.

Tanggal 30 September pukul 4 pagi, diculiklah 7 jendral yang menjadi target operasi PKI. Mereka dibawa ke lubang buaya dan diserahkan kepada masa pendukung PKI yang telah berkumpul di sana sejak sore hari tanggal 29 September untuk diadili dengan cara mereka. Massa dibebaskan melakukan apa saja sesuka hati mereka kepada para jendral yang akan menambah kesengsaraan bagi rakyat tersebut. Massa yang berkumpul di lubang buaya berpesta pora sebelum akhirnya menyiksa hingga mati para jendral tersebut.

Fakta Di Balik Peristiwa G 30 S PKI

Pagi harinya, Soeharto yang telah mengetahui hal ini mendapat laporan dari beberapa ajudan jendral yang telah diculik. Soeharto hanya tersenyum dalam hati karena telah mengetahui bahwa semua ini akan terjadi. Ambisinya untuk menguasai negeri dengan pangkat dan jabatan yang dia miliki hanya tinggal selangkah lagi.Tahukah anda apa sebenarnya yang telah direncanakan Soeharto sebelumnya yang disimpannya baik-baik dalam benaknya? Dia biarkan PKI membunuh ketujuh Jendral tersebut, lalu memfitnah PKI telah melakukan kudeta terhadap Soekarno sehingga orang-orang PKI yang mengetahui fakta sejarah dapat dengan mudah disingkirkan dengan cara difitnah. Doktrin yang dilontarkan Soeharto adalah bahwa PKI akan melakukan pemberontakan terhadap kekuasaan Soekarno. Mungkinkah PKI akan menggulingkan pendukung terkuatnya? Tidak masuk akal. Ingat PKI dan Soekarno saling mendukung, apa mungkin PKI melakukan hal itu?

Pagi harinya Soeharto bergerak cepat dan melangkahi tugas beberapa orang jendral atasannya dengan memegang tampuk pimpinan TNI untuk sementara tanpa meminta restu dari Presiden. Di buku sejarahku waktu SD ditulis, “Mayjen TNI Soeharto dengan tangkas memegang tampuk pimpinan TNI yang lowong sepeninggal A Yani.” Kalau bisa dan boleh aku ingin mengedit tulisan di buku sejarahku dengan kata-kata, “dengan lancang Soeharto memegang tampuk pimpinan TNI.” Masih banyak orang yang harusnya dimintai restu oleh Soeharto atas inisiatifnya memegang tampuk pimpinan TNI.

Lalu dengan mudah Soeharto yang telah mengetahui semua seluk beluk aksi PKI ini menumpas PKI. Hanya dalam waktu beberapa jam saja, para pelaku pemberontakan PKI ditangkap dan sebagian lagi kabarnya melarikan diri ke luar negeri. Lalu Soeharto menyebarkan doktrin bahwa PKI telah melakukan kudeta terhadap kepemimpinan Soekarno. Padahal PKI bermaksud menggagalkan kudeta yang akan dilancarkan oleh para jendral tersebut. PKI dijadikan kambing hitam oleh Soeharto atas apa yang memang diinginkannya. Satu langkah Soeharto untuk menguasai negeri ini berhasil.
Penguasaan Kembali Gedung RRI Pusat
    Dini hari tanggal 1 Oktober 1965 Gerakan Tiga Puluh September (G30S) PKI menculik dan membunuh 6 orang perwira tinggi Angkatan Darat yang yang dinilai sebagai penghalang utama rencana mereka untuk merebut kekuasaan Negara. Pagi itu pula mereka berhasil menguasai Gedung RRI dan Gedung Pusata Telekomunikasi. Di bawah todongan pistol, seorang penyiar RRI dipaksa menyiarkan pengumuman yang menyatakan bahwa G-30-S telah menyelamatkan Negara dari usaha kudeta “Dewan Jendral”. Tengah hari mereka mengumumkan pembentukan Dewan Revolusi sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara dan pendemisioneran cabinet. Untuk menghentikan pengumuman-pengumuman yang menyesatkan rakyat itu, Panglima Komando Tindakan Strategi Angkatan Darat (Kostrad) Mayjen Soeharto yang telah mengambil alih sementara pimpinan Angkatan Darat memerintahkan pasukan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) untuk membebaskan Gedung RRI Pusata dan Gedung Telekomunikasi dari penguasaan G-30-S PKI. Operasi yang dimulai pukul 18.30, dengan mengerahkan kekuatan satu kompi dalam waktu hanya 20 menit, RPKAD berhasil menguasai kembali gedung vital itu. Pukul 20.00 tanggal 1 Oktober 1965 RRI Pusat sudah dapat menyiarkan pidato radio Mayjen Soeharto yang menjelaskan adanya usaha kudeta yang dilakukan oleh PKI melalui G-30-S

    Penangkapan D.N. Aidit ( 22 November 1965 )

      Setelah G 30 S PKI mengalami kegagalan di Jakarta, pada tanggal 1 Oktober 1965 tengah malam ketua CC PKI D.N. Aidit melarikan diri ke Jawa Tengah yang merupakan basis utama PKI. Tanggal 2 Oktober 1965 ia berada di Yogyakarta, kemudian berpindah-pindah tempat dari Yogyakarta ke Semarang. Selanjutnya ia ke Solo untuk menghindari operasi pengejaran yang dilakukan oleh RPKAD.

      Tempat persembunyiannya yang terakhir di sebuah rumah di kampung Sambeng Gede. Daerah ini merupakan basis Serikat Buruh Kereta Api (SBKA), organisasi massa yang bernaung dibawah PKI. Melalui operasi intelijen, tempat persembunyian D.N. Aidit dapat diketahui oleh ABRI.

      Tengah malam tanggal 22 November 1965 pukul 01.30 rumah tersebut digrebek dan digledah oleh anggota Komando Pelaksanaan Kuasa Perang (Pekuper) Surakarta. Penangkapan hamper gagal ketika pemilik rumah mengatakan bahwa D.N. Aidit telah meninggalkan rumahnya. Kecurigaan timbul setelah anggota Pekuper menemukan sandal yang masih baru, koper dan radio yang menandakan hadirnya seseorang yang lain di dalam rumah itu.

      Penggeledahan dilanjutkan. Dua orang Pekuper menemukan D.N. Aidit yang bersembunyi di balik lemari. Ia langsung ditangkap dan kemudian dibawa ke Markas Pekuper Surakarta di Loji Gandrung, Solo.

      Supersemar

        Suasana negara saat itu benar-benar memburuk. Negara yang masih muda ini serasa berasa di titik paling bawah dari keterpurukannya. Perekonomian anjlok, harga bahan pangan menjulang, bahan pangan susah didapat dimana-mana, kerusuhan pecah di seluruh wilayah negeri ini. Beberapa elemen masyarakat melakukan aksi yang berbuntut dengan dicetuskannya Tritura (Tri Tuntutan Rakyat). Isi Tritura adalah:
        1. Bubarkan PKI
        2. Turunkan Harga
        3. Bersihkan kabinet dari unsur-unsur G 30 S PKI
        Aksi beberapa elemen masyarakat ini di awali dengan aksi yang digelar oleh mahasiswa yang menamakan dirinya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI). Gerakan mahasiswa ini juga diikuti oleh elemen masyarakat lain seperti Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dan lain-lain.Aksi-aksi inilah yang kemudian memicu pecahnya revolusi di negara ini. Semakin lama situasi negara semakin memburuk.
        Situasi ini akhirnya yang memaksa tiga orang Jendral yaitu Letjen (yang baru naik pangkatnya) Soeharto, Brigjen Amir Machmud dan Brigjen M Yusuf untuk menemui presiden dan memaksa presiden agar segera memenuhi tuntutan rakyat. Tritura harus dipenuhi jika presiden ingin mengembalikan situasi negara ke arah yang kondusif.

        Soekarno menolak memenuhi tuntutan rakyat. Soekarno tahu bahwa ini semua hanya kerjaan Soeharto yang memfitnah PKI sebagai pemberontak. Soekarno tahu betul, tidak mungkin PKI berkeinginan untuk menggulingkannya namun Soekarno tidak memiliki bukti yang otentik atas pernyataannya tersebut. Soekarno tahu bahwa aksi yang dilakukan oleh PKI dengan nama G 30 S PKI hanya bertujuan untuk menumpas rencana kudeta militer yang akan dilakukan oleh sekelompok perwira tinggi yang menamakan dirinya Dewan Jendral.

        Setelah gagal untuk memaksa presiden memenuhi tuntutan rakyat, ketiga jendral tersebut berinisiatif membuat sebuah surat perintah atas nama presiden. Isi surat perintah yang diberi nama Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) hingga kini hanya diketahui oleh hanya 4 orang, ketiga jendral tersebut dan Soekarno, namun karena tiga diantaranya kini telah meninggal dunia, maka kini hanya tertinggal satu lagi saksi sejarah yaitu Soeharto. Sayang, Soeharto pun tidak ingin rakyat Indonesia tahu apa isinya, maka dia lenyapkan supersemar yang asli dan buat sebuah surat perintah yang palsu seperti yang kita tahu belakangan ini.
        Teks Supersemar yang palsu, sedangkan yang asli, hingga kini tidak ditemukan bangkainya

        Supersemar yang telah rampung dibuat diserahkan kepada Soekarno untuk ditandatangani, namun Soekarno menolak untuk menandatanganinya. Soekarno tidak mau membubarkan PKI namun juga tidak mempunyai alasan yang kuat atas kehendaknya tidak ingin membubarkan PKI. Sementara rakyat telah didoktrin oleh Soeharto bahwa PKI telah melakukan pengkhiatan terhadap negara dan ingin menguasai negara ini dan menjadikannya negara berfaham Komunis.

        Menurut pengakuan dari seorang kakek tua tak lama setelah Soeharto lengser, bahwa dulu ia bekerja di Istana Merdeka. Tugasnya adalah mengantarkan minuman buat presiden. Pada saat ketiga jenderal itu sedang berada di ruang kerja presiden, sang kakek memasuki ruangan dengan maksud ingin mengantarkan minuman bagi presiden dan ketiga tamunya. Terkejutlah ia saat melihat presiden sedang menandatangani sebuah surat yang diyakininya sebagai supersemar di bawah todongan Pistol.

        Pada saat sang kakek mengungkapkan kisah ini, Jendral M Yusuf masih hidup, maka ia diwawancarai oleh kru TV sehubungan dengan pernyataan sang kakek. Karena M Yusuf berada pada posisi netral maka ia yang diwawancarai. Tapi sayang, saya sangat yakin bahwa fakta yang diungkapkan sang kekek benar adanya, tapi demi menyelamatkan sejarah yang sudah terputar balik dan tak mungkin diubah lagi, maka Jenderal M Yusuf membantah bahwa presiden menandatangani supersemar di bawah todongan pistol. Tapi saya yakin dan sangat percaya, Jendral M Yusuf yang kala itu sudah pensiun membantah hal itu karena ia sadar, jika ia bongkar rahasia ini, maka terbongkarlah semua fakta sejarah dan Indonesia kembali terombang ambing dalam keraguan. Mana yang benar? Sejarah versi Soeharto atau M Yusuf.

        Akhirnya supersemar ditandatangani oleh Soekarno, namun supersemar tidak ditujukan kepada Soeharto. Hal ini membuat Soeharto panas, entah dengan cara apa, Soeharto berhasil melenyapkan surat itu dan membuat pernyataan palsu dengan mengatakan bahwa supersemar ditujukan kepadanya untuk memegang tampuk pimpinan TNI untuk sementara dan mengembalikan stabilitas nasional.

        Dua langkah Soeharto berhasil. Maka berpedoman pada surat perintah palsu yang dibuat oleh Soeharto sendiri, ia mulai bergerak dan membubarkan PKI serta antek-anteknya. Sebagian besar masa pendukung PKI, Gerwani dan berbagai organisasi massa lain bentukan PKI dibantai secara masal, sebagian lagi dipenjara. Ini dilakukan untuk menghilangkan jejak sejarah agar semua kebusukan yang dilakukan oleh Soeharto tidak terungkap. PKI dijadikan kambing hitam karena memang PKI pernah melakukan percobaan kudeta di tahun 1948. Ini dijadikan alasan bagi Soeharto untuk semakin menjatuhkan PKI.

        Setelah PKI dibubarkan, dengan wewenang palsunya Soeharto menyatakan bahwa PKI adalah Partai terlarang di Indonesia karena bertentangan dengan Pancasila yang merupakan ideologi bangsa Indonesia.
        Pidato pertanggungjawaban Soekarno dalam Sidang Umum MPRS tahun 1968 ditolak oleh MPRS. Semua dipicu dari lambatnya Soekarno membubarkan PKI dan menjawab Tritura. Setelah itu dipilihlah seorang penjabat presiden hingga masa kepemimpinan Soekarno berakhir. Pada saat itu memang tak ada pilihan lain, Soeharto menjadi satu-satunya orang yang paling pantas memegang jabatan itu.

        Soekarno (mungkin dengan berat hati) menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Soeharto. Sejak saat itu Soeharto resmi memegang jabatan sebagai Presiden RI melaui TAP MPRS No XLIV/MPRS/1968 dan berkuasa selama 32 tahun hingga akhirnya digulingkan juga dengan cara yang sama seperti ia berusaha menggulingkan Soekarno pada tahun 1968.
        Soeharto ketika diambil sumpahnya pada pelantikan dirinya sebagai presiden kedua RI
        Sumber Lain :
        Peristiwa G 30 S PKI

        irfblog. Diberdayakan oleh Blogger.