oleh Irwan Firdaus
Puasa dalam bahasa Arab al-Shaum, yang artinya menahan. Orang-orang Arab biasa mengacu kata ini pada kuda yang tak mau lari atau tak mau diberi makan. Dalam Islam kata al-shaum berarti menahan diri dengan sengaja dari apa yang membatalkan puasa (Muhaqqiq al-Hilli, Syara’ al-Islam). Bagi seorang muslim berpuasa bukan sekadar menahan diri dari makan dan minum tetapi mengandung makna tambahan ibadah, kesenangan batin, moralitas dan hukum. Puasa juga mengandung makna pembangunan atau pembentukkan karakter, penguasaan atas hawa nafsu dan suatu inspirasi ke arah kreatifitas individual dan sosial.
Puasa juga telah menjadi bagian dari pilar-pilar Islam yang merupakan kewajiban agama bagi semua orang yang berimankan Tauhid, dan karena itu barangsiapa yang menolaknya maka ia telah menjadi kafir. Puasa juga merupakan tanda lahir dari ketaatan, penyerahan dan peribadatan kepada Allah SWT. Rasul saw bersabda: Allah SWT berfirman: “Puasa itu untuk-Ku, karena itu Akulah yang akan memberi ganjaraannya langsung!” (Bihar al-Anwaar 96:255)
Dengan puasa seorang muslim mengungkapkan penyerahannya (taslim) kepada perintah Allah, sambutannya atas kehendak-Nya, dan merupakan penolakkan yang tegas atas penguasaan hawa nafsu atas dirinya, dan hasrat pribadinya. Puasa menjadi sebuah manifestasi dari ketaatan makhluk-Nya kepada Kehendak Yang Maha Kuasa.
Ekspresi yang diungkapkan lewat puasa ini mewakili bentuk penguasaan diri, dan usaha dalam mengatasi kesenangan-kesenangan jasadi dan berbagai kenikmatan badani demi kecintaan Allah yang penuh berkat, kedekatan kepada-Nya dan gairah untuk memperoleh keridhaan-Nya.
Hal ini merupakan suatu kemenangan cinta suci atas hawa nafsu dan keinginan diri. Watak seperti ini mewakili penguasaan atas kenikmatan fana untuk memperoleh kenikmatan abadi (yang telah dijanjikan Yang Mahakuasa)
Seseorang yang berpuasa dengan senang hati menjauhkan dirinya dari kesenangan-kesenangan hidup tanpa faktor pencegah atau penghalang selain menaati Allah SWT dan menunjukkan pengabdian yang total atas perintah-perintah-Nya. Kenyataan ini telah di sebutkan dalam khotbah Nabi saw di atas: “Setiap nafas yang engkau tarik adalah tasbih (penyucian kepada Allah) dan tidurmu adalah dalam ibadah.”
Dengan demikian, seluruh waktu di dalam bulan Ramadhan menjadi peribadatan. Setiap kegiatan dan aktivitas manusia beriman yang berpuasa menjadi pengejewantahan ibadah, selama ia tidak melakukan perbuatan tercela.
Tidurnya orang yang berpuasa, bahkan setiap hembusan nafasnya merupakan amal ibadah, karena dari jasad orang yang berpuasa secara sungguh-sungguh terpancar keberadaan ibadah yang terus menerus melalui pemantangan dari merasakan hal-hal yang enak walaupun halal, yang dikerjakan semata-mata karena ketaatan kepada Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda: “Orang yang berpuasa itu dalam beribadah kepada Allah walaupun ia tidur di ranjangnya selama ia tidak menggunjing orang muslim lainnya.” (Al-Bihar 96:247)
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, “Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya mustajab (dikabulkan), amalnya diterima. Sesungguhnya bagi seorang yang berpuasa di saat berbuka do’anya tidak tertolak!” (Bihar al-Anwar 93:360)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya ada satu surga yang pada pintunya ada penjaga yang melarang siapapun masuk kecuali orang-orang yang berpuasa.” (Al-Bihar 96:252)
Imam Ja’far al-Shadiq as berkata, “Bagi orang yang berpuasa itu ada dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Tuhannya.” (Furu’ al-Kafi 4:65)
Sayyidah Fathimah az-Zahra as berkata, “Dia (Allah SwT) menjadikan puasa sebagai penguat keikhlasan” (A’yan al-Syi’ah 1:316)
Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah engkau berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu melindungimu dari siksa Neraka dan jika engkau sanggup, di saat maut datang kepadamu, sedangkan perutmu dalam keadaan lapar maka lakukanlah!” (Bihar al-Anwar 96:258)
Imam Ali as berkata, “Hakikat puasa itu adalah menjauhi segala yang diharamkan sebagaimana seseorang mencegah dirinya dari makan dan minum.” (Al-Bihar 96:294)
Di samping suatu sarana untuk menunjukkan penyerahannya yang total kepada Allah SWT, seluruh peribadatan itu berfungsi dan berperan penting dalam memperbaiki dan mengembangkan jiwa dan kepribadian seseorang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi masyarakat secara positif sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Seperti puasa bukanlah sekedar menahan makan dan minum dan hubungan seks saja di siang hari, tetapi juga menahan diri dari semua perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Konsep ini yang akan membentuk secara langsung sebuah masyarakat yang penuh kebajikan. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa dalam bulan Ramadhan karena iman dan mencari keridhaan Allah serta melindungi telinganya, matanya, dan lidahnya dari hal yang merugikan orang lain, niscaya Allah SWT akan menerima puasanya, mengampuni kesalahan-kesalahannya di masa lalu.” (Riwayat dari Imam Ali bin Abi Thalib)
Dari Imam Muhammad al-Baqir as, bahwa Nabi saw bersabda kepada sahabat Jabir bin Abdillah, “Wahai Jabir, barangsiapa berpuasa pada hari-hari bulan Ramadhan, mendirikan shalat pada bagian-bagian malamnya, menjaga hawa nafsu syahwatnya, mengendalikan lidahnya, merendahkan pandangannya, dan tidak menyakiti perasaan orang lain niscaya akan terbebas dari dosa seperti pada saat ia baru dilahirkan!” (Fasting A Divine Banquet)
Imam Ja’far al-Shadiq as meriwayatkan dari ayah-kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila seseorang berpuasa menjawab ketika dicerca: “Damai atas kamu, saya tidak akan mencerca seperti yang anda lakukan.”, niscaya Allah SWT akan berfirman, “Demi Puasa, hamba-Ku telah menyelamatkan dirinya dari kejahatan hamba-Ku yang lain, maka Aku anugerahkan perlindungan dari siksa Neraka.” (Fasting A Divine Banquet)
“Bilamana anda berpuasa, jagalah pendengaran dan penglihatan anda dari yang haram, dan jagalah seluruh anggota tubuh anda dari perbuatan yang buruk. Jangan mencerca atau menyakiti seorang pelayan. Berlaku hormatlah sebagaimana mestinya seorang yang sedang berpuasa. Diam dan tenanglah serta selalu berdzikir kepada Allah. Jangan menganggap hari puasa anda sebagai hari biasa, karena tahanlah diri anda dari berhubungan seks, mencium dan tertawa nyaring, karena Allah tidak menyukainya.” (Fasting A Divine Banquet)
Imam Ja’far ash-Shadiq as meriwayatkan bahwa datuknya, Imam Ali Zainal Abidin biasa membebaskan 20 orang budak atau lebih pada hari terakhir bulan Ramadhan. (Fasting A Divine Banquet)
(Bihar al-Anwar 96:371)
Ketika Imam Ash-Shadiq as ditanya tentang Lailatul Qadar, beliau mengatakan: “Carilah ia pada malam ke-19, ke-21 atau ke-23.”
Laa hawla wa laa quwwata illa billah.
Baca Juga Hakikat Puasa
Puasa juga telah menjadi bagian dari pilar-pilar Islam yang merupakan kewajiban agama bagi semua orang yang berimankan Tauhid, dan karena itu barangsiapa yang menolaknya maka ia telah menjadi kafir. Puasa juga merupakan tanda lahir dari ketaatan, penyerahan dan peribadatan kepada Allah SWT. Rasul saw bersabda: Allah SWT berfirman: “Puasa itu untuk-Ku, karena itu Akulah yang akan memberi ganjaraannya langsung!” (Bihar al-Anwaar 96:255)
Dengan puasa seorang muslim mengungkapkan penyerahannya (taslim) kepada perintah Allah, sambutannya atas kehendak-Nya, dan merupakan penolakkan yang tegas atas penguasaan hawa nafsu atas dirinya, dan hasrat pribadinya. Puasa menjadi sebuah manifestasi dari ketaatan makhluk-Nya kepada Kehendak Yang Maha Kuasa.
Ekspresi yang diungkapkan lewat puasa ini mewakili bentuk penguasaan diri, dan usaha dalam mengatasi kesenangan-kesenangan jasadi dan berbagai kenikmatan badani demi kecintaan Allah yang penuh berkat, kedekatan kepada-Nya dan gairah untuk memperoleh keridhaan-Nya.
Hal ini merupakan suatu kemenangan cinta suci atas hawa nafsu dan keinginan diri. Watak seperti ini mewakili penguasaan atas kenikmatan fana untuk memperoleh kenikmatan abadi (yang telah dijanjikan Yang Mahakuasa)
Seseorang yang berpuasa dengan senang hati menjauhkan dirinya dari kesenangan-kesenangan hidup tanpa faktor pencegah atau penghalang selain menaati Allah SWT dan menunjukkan pengabdian yang total atas perintah-perintah-Nya. Kenyataan ini telah di sebutkan dalam khotbah Nabi saw di atas: “Setiap nafas yang engkau tarik adalah tasbih (penyucian kepada Allah) dan tidurmu adalah dalam ibadah.”
Dengan demikian, seluruh waktu di dalam bulan Ramadhan menjadi peribadatan. Setiap kegiatan dan aktivitas manusia beriman yang berpuasa menjadi pengejewantahan ibadah, selama ia tidak melakukan perbuatan tercela.
Tidurnya orang yang berpuasa, bahkan setiap hembusan nafasnya merupakan amal ibadah, karena dari jasad orang yang berpuasa secara sungguh-sungguh terpancar keberadaan ibadah yang terus menerus melalui pemantangan dari merasakan hal-hal yang enak walaupun halal, yang dikerjakan semata-mata karena ketaatan kepada Allah SWT.
Rasulullah saw bersabda: “Orang yang berpuasa itu dalam beribadah kepada Allah walaupun ia tidur di ranjangnya selama ia tidak menggunjing orang muslim lainnya.” (Al-Bihar 96:247)
Imam Ali bin Abi Thalib as berkata, “Tidurnya orang yang berpuasa itu ibadah, diamnya adalah tasbih, do’anya mustajab (dikabulkan), amalnya diterima. Sesungguhnya bagi seorang yang berpuasa di saat berbuka do’anya tidak tertolak!” (Bihar al-Anwar 93:360)
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya ada satu surga yang pada pintunya ada penjaga yang melarang siapapun masuk kecuali orang-orang yang berpuasa.” (Al-Bihar 96:252)
Imam Ja’far al-Shadiq as berkata, “Bagi orang yang berpuasa itu ada dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Tuhannya.” (Furu’ al-Kafi 4:65)
Sayyidah Fathimah az-Zahra as berkata, “Dia (Allah SwT) menjadikan puasa sebagai penguat keikhlasan” (A’yan al-Syi’ah 1:316)
PUASA SEBAGAI ZAKATNYA BADAN
Rasulullah saw bersabda, “Segala sesuatu itu ada zakatnya, dan zakat badan itu adalah puasa!” (Bihar al-Anwar 96:246)PUASA SEBAGAI PERISAI DARI SIKSA NERAKA
Rasulullah saw bersabda, “Hendaklah engkau berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu melindungimu dari siksa Neraka dan jika engkau sanggup, di saat maut datang kepadamu, sedangkan perutmu dalam keadaan lapar maka lakukanlah!” (Bihar al-Anwar 96:258)
JAGALAH PUASA DAN SHALATMU
Rasulullah saw bersabda, “Bisa saja orang yang berpuasa hanya memperoleh lapar dan haus saja dari puasanya dan bisa pula orang yang shalat malam hanya mendapatkan ketidaktidurannya itu dari shalat malamnya.” (Bihar al-Anwar 96:289)Imam Ali as berkata, “Hakikat puasa itu adalah menjauhi segala yang diharamkan sebagaimana seseorang mencegah dirinya dari makan dan minum.” (Al-Bihar 96:294)
BUAH PUASA
Di dalam hadits tentang Mi’raj-nya Nabi saw, Nabi saw bertanya kepada Allah SWT: “Wahai Tuhan, apakah yang diwariskan dari puasa?”. Allah SWT menjawab: “Puasa itu mewariskan hikmah, dan hikmah itu mewariskan ma’rifat, dan ma’rifat itu mewariskan keyakinan. Maka apabila seorang hamba telah memiliki keyakinan niscaya ia tidak lagi peduli apakah ia bangun di pagi hari dalam keadaan susah maupun dalam keadaan senang!” (Bihar al-Anwar 77:27)PUASA SEBAGAI SARANA PENDIDIKAN ROHANI
Semua bentuk peribadatan yang diperintahkan oleh Allah SWT bukanlah semata-mata praktek-praktek ritualisme agama seperti yang disalah tafsirkan banyak orang. Seluruh peribadatan tersebut merupakan suatu bentuk rinci dari pendidikan ruhani, psikologis, fisik, dan sosial.Di samping suatu sarana untuk menunjukkan penyerahannya yang total kepada Allah SWT, seluruh peribadatan itu berfungsi dan berperan penting dalam memperbaiki dan mengembangkan jiwa dan kepribadian seseorang, yang pada gilirannya akan mempengaruhi masyarakat secara positif sebagai suatu kesatuan yang utuh.
Seperti puasa bukanlah sekedar menahan makan dan minum dan hubungan seks saja di siang hari, tetapi juga menahan diri dari semua perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Konsep ini yang akan membentuk secara langsung sebuah masyarakat yang penuh kebajikan. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa dalam bulan Ramadhan karena iman dan mencari keridhaan Allah serta melindungi telinganya, matanya, dan lidahnya dari hal yang merugikan orang lain, niscaya Allah SWT akan menerima puasanya, mengampuni kesalahan-kesalahannya di masa lalu.” (Riwayat dari Imam Ali bin Abi Thalib)
Dari Imam Muhammad al-Baqir as, bahwa Nabi saw bersabda kepada sahabat Jabir bin Abdillah, “Wahai Jabir, barangsiapa berpuasa pada hari-hari bulan Ramadhan, mendirikan shalat pada bagian-bagian malamnya, menjaga hawa nafsu syahwatnya, mengendalikan lidahnya, merendahkan pandangannya, dan tidak menyakiti perasaan orang lain niscaya akan terbebas dari dosa seperti pada saat ia baru dilahirkan!” (Fasting A Divine Banquet)
Imam Ja’far al-Shadiq as meriwayatkan dari ayah-kakeknya, bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apabila seseorang berpuasa menjawab ketika dicerca: “Damai atas kamu, saya tidak akan mencerca seperti yang anda lakukan.”, niscaya Allah SWT akan berfirman, “Demi Puasa, hamba-Ku telah menyelamatkan dirinya dari kejahatan hamba-Ku yang lain, maka Aku anugerahkan perlindungan dari siksa Neraka.” (Fasting A Divine Banquet)
NASIHAT IMAM JA’FAR ASH-SHADIQ AS KEPADA SEORANG MUSLIM YANG BERPUASA
“Bilamana anda berpuasa, jagalah pendengaran dan penglihatan anda dari yang haram, dan jagalah seluruh anggota tubuh anda dari perbuatan yang buruk. Jangan mencerca atau menyakiti seorang pelayan. Berlaku hormatlah sebagaimana mestinya seorang yang sedang berpuasa. Diam dan tenanglah serta selalu berdzikir kepada Allah. Jangan menganggap hari puasa anda sebagai hari biasa, karena tahanlah diri anda dari berhubungan seks, mencium dan tertawa nyaring, karena Allah tidak menyukainya.” (Fasting A Divine Banquet)
PERINGATAN NABI SAW
“Barangsiapa yang menggunjing saudara muslimnya maka puasanya tidak sah dan wudu’nya nihil. Apabila ia mati dalam keadaan seperti itu maka ia mati dalam keadaan seperti orang yang menghalalkan apa yang diharamkan Allah.” (Fasting A Divine Banquet)KEDERMAWANAN DALAM BULAN RAMADHAN
Imam Ja’far ash-Shadiq as meriwayatkan bahwa datuknya, Imam Ali Zainal Abidin biasa membebaskan 20 orang budak atau lebih pada hari terakhir bulan Ramadhan. (Fasting A Divine Banquet)
PUASA MENAJAMKAN SENSITIFITAS KEPEDULIAN SOSIAL
Imam Ja’far ash-Shadiq as berkata, “Allah SWT mewajibkan puasa untuk mempersamakan si kaya dengan si miskin. Dengan puasa orang kaya akan merasakan deritanya lapar, untuk menimbulkan rasa belas kasihnya kepada si miskin, karena selama ini si kaya tidak pernah merasakannya. Allah SWT menghendaki untuk menempatkan makhluk-makhlukNya pada suatu pijakan yang sama dengan jalan membuat si kaya turut merasakan nestapanya lapar, sehingga ia menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah dan lapar.”(Bihar al-Anwar 96:371)
TANGGAL TANGGAL PENTING DI BULAN RAMADHAN
Imam Ja’far al-Shadiq as berkata, “Taurat diturunkan pada 6 Ramadhan, Injil pada 12 Ramadhan, Kitab Zabur pada 18 Ramadhan dan Furqan (Al-Qur’an) pada malam Lailatul Qadar!”Ketika Imam Ash-Shadiq as ditanya tentang Lailatul Qadar, beliau mengatakan: “Carilah ia pada malam ke-19, ke-21 atau ke-23.”
- Pada bulan Ramadhan, Rasulullah saw kehilangan 2 orang yang dicintainya, Khadijah as, isterinya dan Abu Thalib, pamannya.
- Pada 19 Ramadhan 40 H, Imam Ali bin Abi Thalib as ditetak kepalanya yang mulia oleh pedang seorang durjana, Abdur Rahman ibn Muljam, ketika beliau sedang mengimami shalat subuh, dan pada 21 Ramadhan-nya beliau syahid.
- Pada 15 Ramadhan 2 H, Imam Hasan as, cucu Nabi Saw dilahirkan.
- Pada 2 Ramadhan 2 H, terjadi perang Badar yang dimenangkan oleh kaum muslimin atas orang-orang Kafir Quraisy, di mana tentara muslimin pada saat itu hanya berjumlah 313 orang sementara kaum kafirin berjumlah 1000 orang!
- Pada bulan Ramadhan Th 8 H, Makkah jatuh ke tangan kaum muslimin.
Laa hawla wa laa quwwata illa billah.
Baca Juga Hakikat Puasa
0 komentar
Posting Komentar