Hari Kesaktian Pancasila yang jatuh hari ini, 1 Oktober 2010, menjadi 'sejarah' sendiri bagi anak-anak tujuh jenderal Pahlawan Revolusi, pemimpin Partai Komunis Indonesia (PKI), dan Presiden Soekarno. Yang menarik perhatian, hadir pula bersama mereka putra bungsu penguasa Orde Baru, Hutomo Mandala Putra, yang akrab dipanggil Tommy Soeharto. Mereka berkumpul di Gedung Nusantara III DPR.
Acara yang dinamai 'Silaturahmi Nasional' itu juga dihadiri Ketua MPR Taufiq Kiemas dan Ketua DPR Marzuki Alie. Sambutan dan testimoni disampaikan antara lain oleh putri Jenderal Anumerta Ahmad Yani, Amelia Yani; Christin Pandjaitan, putri Mayjen Anumerta DI Panjaitan; Sukmawati Soekarnoputri; dan Tommy Soeharto.Kesaksian mereka juga didengar langsung oleh Ilham Aidit, putra D.N. Aidit--yang saat peristiwa 1965 meletus menjabat sebagai Ketua Central Committee PKI--dan Svetlana, anak Wakil Ketua CC PKI, Nyoto. Hadir pula anak mantan KSAU Omar Dhani, Feri Omar Nursaparyan. Omar Dhani juga dituding rezim Orde Baru terlibat pemberontakan PKI.
Dalam sambutannya, Amelia Yani menegaskan tidak akan pernah melupakan peristiwa penculikan dan pembunuhan sang ayah di tengah malam yang terjadi di depan matanya. Amelia mengaku mengalami trauma berkepanjangan.
Bayangan penculikan dan pembunuhan juga masih membekas di benak Christin Pandjaitan. Malam itu tembakan bertubi-tubi menghujam ke tubuh sang ayah. Christin masih mengingat jelas otak yang ke luar dari batok kepala ayahnya saat itu. Dan ingatan itu tak pernah bisa hilang.
Makanya ia tidak pernah mau menonton film G-30S/PKI. Film itu wajib tonton di era Orde Baru dan nyaris setiap tahun diputar di televisi untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila.
Meski kejadian 45 tahun itu masih membekas, baik Amelia maupun Christin mengaku sudah tidak memiliki dendam lagi. Mereka tidak ingin kesalahan orangtua diturunkan kepada anak-cucu.
Amelia bahkan menuturkan dia mengerti betul apa yang dirasakan anak-anak pemberontak yang dikucilkan selama berpuluh-puluh tahun. Karena itu dendam telah dikuburnya dalam-dalam.
Sementara itu, putri presiden pertama RI, Sukmawati Soekarnoputri, menuturkan masa-masa kelam yang dialaminya setelah peristiwa 1965. "Pembunuhan jenderal-jenderal hebat Soekarno, kemudian demisionernya Kabinet Dwikora. Penahanan menteri-menteri tanpa pengadilan," kata dia.
Menurutnya, tindakan tersebut adalah reaksi dari pihak-pihak yang tidak menyukai Bung Karno. "Saya bersyukur bisa hadir di sini. Untuk ke depan mari kita optimistis, walau penuh kerusuhan dan kekacauan," kata Sukmawati.
Tommy Soeharto
Setelah Sukmawati, giliran putra penguasa Orde Baru Soeharto. Dalam sambutannya, Tommy Soeharto meminta semua yang hadir merenungkan apa yang selama ini terjadi di Indonesia."Saya tidak bisa menyampaikan unek-unek, atau pun kesan-kesan seperti yang tadi disampaikan. Karena saya sendiri waktu itu masih tidak mengetahui keadaan saya sendiri (ketika itu Tommy baru berumur 3 tahun lebih, red)," katanya.
Tommy melihat Silaturahmi Nasional sebagai forum yang tepat untuk menengok kembali sejarah bangsa di mana akibat akhirnya harus ditanggung anak-cucu. "Saat G-30S/PKI andaikata terbalik kejadiannya, di mana Politbiro yang berkuasa, mungkin kamilah yang merasakan sengsara saat itu," kata Tommy.
Tetapi, dia melanjutkan, Tuhan rupanya berhendak lain. Karena itu, Tommy berharap agar kejadian di masa lalu dijadikan pelajaran berharga ke depan supaya tidak terulang di kemudian hari.
"Kita tidak bisa mengubah sejarah, tapi kita bisa mengubah masa depan bangsa kita sendiri," kata Tommy. "Atas nama pribadi saya mengucapkan maaf lahir batin. Semoga Tuhan yang Maha Esa memberikan ridho-Nya bagi kita semua."
vivanews
0 komentar
Posting Komentar